Janda Anak Satu di Damar Akhirnya Punya Rumah Layak, Dulu Hidup di Rumah Nyaris Roboh
Endah Loviana (33), warga Desa Mengkubang saat berfoto di depan rumah bersama tim dari DPUPRP2RKP Beltim--(Diskominfo SP Beltim)
DAMAR, BELITONGEKSPRES.COM – Setiap kali awan hitam menggantung di langit dan suara guntur mulai terdengar, jantung Endah Loviana (33) selalu berdegup kencang.
Musim hujan bagi kebanyakan orang mungkin terasa menenangkan, tetapi tidak bagi janda anak satu warga Desa Mengkubang, Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur (Beltim) ini.
Hujan justru berarti rasa cemas dan takut yang kembali datang. Bagaimana tidak, rumah yang selama ini ia tempati bersama anak semata wayangnya jauh dari kata layak. Bahkan nyaris roboh.
Atap sengnya berkarat dan bolong di sana-sini, sementara dinding papan banyak yang lapuk dimakan rayap. Di beberapa bagian, papan yang terlepas diganti dengan bekas baliho atau spanduk lusuh.
BACA JUGA:Cegah TPPO Sedari Dini, Imigrasi Tanjungpandan Edukasi Pelajar SMA Negeri 1 Manggar
Ketika angin kencang datang, dinding rumah itu berderit pelan, seperti berjuang menahan diri agar tidak roboh. Jika hujan, air menetes dari mana-mana. Sengnya bocor, dindingnya juga banyak lubang.
Bukan cuma pas hujan, pas panas pun sinar matahari bisa masuk dari celah-celah papan,” cerita Endah janda anak satu dengan suara pelan, matanya menerawang mengingat masa-masa sulit itu, Kamis (23/10/2025).
Rumah yang berdiri di atas tanah hitam itu memang lebih mirip bangunan gudang tua daripada hunian manusia. Sebagian lantainya belum disemen, hanya beralas tanah.
Tiang penyangganya miring, seperti bangunan sekolah tua yang nyaris tumbang dalam cerita Laskar Pelangi.
BACA JUGA:Pelindo Tanjungpandan dan Kejari Beltim Teken Kerja Sama: Perkuat Perlindungan Hukum Aset Negara
Namun di rumah kawasan Kecamatan Damar itulah, Endah bertahan hidup bersama anaknya, sejak kepergian sang suami empat tahun silam.
Sebagai seorang janda, ia harus memikul tanggung jawab ganda: menjadi ibu sekaligus ayah. Pekerjaannya sebagai tukang bersih-bersih rumah orang hanya memberinya penghasilan kecil.
Untuk menambah kebutuhan sehari-hari, ia kerap menjadi buruh tani --menanam sayur, memanen cabai, atau memetik hasil kebun. Semua dilakukan demi menghidupi anaknya yang kini bersekolah di Pendidikan Luar Biasa (PLB).
“Kadang saya takut ninggal anak sendirian di rumah. Soalnya rumahnya rapuh. Kalau hujan deras, air masuk semua. Pernah juga angin kencang bikin papan dinding copot,” ujarnya lirih.