Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

DPD Desak Sanksi Berat Jual Beli Kuota Haji, Dorong Transparansi dan Dashboard Real-Time

Rapat kerja Komisi VIII DPR dengan DPD membahas RUU Haji dan Umrah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (23/8/2025)-Ist/Maria Gabrielle Putrinda-Beritasatu.com

BELITONGEKSPRES.COM - Masalah kuota haji kembali menjadi sorotan. Praktik jual beli porsi haji reguler maupun khusus dinilai merusak sistem penyelenggaraan ibadah haji dan merugikan calon jemaah yang sudah lama menunggu giliran. Fenomena ini juga memicu ketidakadilan antardaerah, karena distribusi kuota tidak lagi berdasarkan aturan resmi, melainkan permainan oknum yang mencari keuntungan.

Dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Senayan, Sabtu 23 Agustus, Wakil Ketua I Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dailami Firdaus, menegaskan perlunya pengawasan lebih ketat dan pemberatan sanksi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam praktik jual beli kuota. 

Desakan ini muncul seiring pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU Haji).

Menurut Dailami, masalah kuota bukan sekadar soal teknis, melainkan menyangkut keadilan sosial. “Distribusi kuota haji adalah soal keadilan antardaerah. Karena itu, diperlukan transparansi penuh agar tidak ada ruang untuk manipulasi,” ujarnya.

BACA JUGA:DPR Kebut RUU Haji, Target Disahkan dalam Rapat Paripurna Pekan Depan

BACA JUGA:Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah Sesuai dengan Visi Prabowo Sejak 2014

Praktik jual beli kuota sebenarnya bukan hal baru. Antrean panjang haji reguler yang bisa mencapai belasan bahkan puluhan tahun membuka peluang bagi mafia kuota untuk bermain. Mereka menawarkan jalan pintas dengan harga tinggi, baik lewat porsi haji reguler maupun jalur khusus. Kondisi ini menimbulkan keresahan karena jemaah yang seharusnya berhak berangkat justru tersisih.

Selain merugikan calon jemaah, praktik ini juga mencoreng nama baik penyelenggaraan haji Indonesia di mata internasional. Dailami menilai, RUU Haji harus mampu menutup celah penyalahgunaan kuota dengan aturan yang jelas dan sanksi yang lebih berat.

Salah satu usulan yang mencuri perhatian adalah penerapan dashboard digital berbasis real-time. Sistem ini memungkinkan publik mengakses informasi daftar tunggu jemaah haji secara terbuka. 

Dengan begitu, siapa saja bisa memantau prioritas keberangkatan, termasuk jemaah lansia, serta melihat distribusi kuota per provinsi tanpa manipulasi.

BACA JUGA:DPR dan Pemerintah Sepakat BP Haji Jadi Kementerian dalam RUU Haji

BACA JUGA:DIM Revisi UU Haji Diserahkanke DPR, BP Haji Berpeluang Jadi Kementerian

Transparansi lewat dashboard ini diharapkan mampu menjadi alat kontrol publik. Tidak hanya memudahkan calon jemaah dalam memantau posisi mereka dalam antrean, tetapi juga menekan ruang gerak mafia kuota yang selama ini bermain dalam sistem tertutup.

“Dashboard real-time penting untuk memastikan siapa yang berhak berangkat, bagaimana distribusi kuota per provinsi, dan bagaimana prioritas lansia diberikan. Semua itu harus bisa diakses oleh publik,” tegas Dailami.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan