Baca Koran belitongekspres Online - Belitong Ekspres

DPD Desak Sanksi Berat Jual Beli Kuota Haji, Dorong Transparansi dan Dashboard Real-Time

Rapat kerja Komisi VIII DPR dengan DPD membahas RUU Haji dan Umrah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (23/8/2025)-Ist/Maria Gabrielle Putrinda-Beritasatu.com

Tak hanya soal transparansi, DPD juga menekankan pentingnya penegakan hukum. Dailami meminta agar larangan jual beli kuota benar-benar diperketat dengan ancaman sanksi yang tegas, baik pidana maupun administratif. Publikasi sanksi terhadap pelanggar dianggap penting untuk memberikan efek jera.

Ia juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi whistle blower atau pelapor kasus. Tanpa perlindungan yang memadai, masyarakat enggan melapor karena takut diintimidasi. Padahal, laporan publik kerap menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik mafia haji.

BACA JUGA:DPR Setujui Usulan Pembayaran Uang Muka BPIH 2026 untuk Layanan Optimal Jamaah Haji

BACA JUGA:BP Haji Diusulkan Jadi Kementerian Haji dan Umrah, DPR Target Sahkan Akhir Agustus

Lebih jauh, Dailami mendorong penguatan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dengan dukungan forensik digital. Teknologi ini diyakini mampu melacak praktik jual beli kuota yang sering dilakukan secara sembunyi-sembunyi, termasuk melalui transaksi daring. Dengan penguatan kapasitas PPNS, diharapkan aparat bisa lebih sigap membongkar praktik mafia haji dari hulu hingga hilir.

RUU Haji yang kini dibahas di DPR dipandang strategis untuk menjawab berbagai persoalan klasik haji di Indonesia. Selain memastikan tata kelola kuota lebih transparan, aturan baru ini juga diharapkan bisa memberikan kepastian kepada Pemerintah Arab Saudi terkait jumlah jemaah Indonesia saat puncak ibadah di Arafah.

Selama ini, antrean panjang dan sistem distribusi kuota yang rumit kerap memicu polemik di daerah. Beberapa provinsi merasa kuotanya tidak proporsional dibanding jumlah pendaftar. Dengan adanya sistem baru yang transparan, diharapkan keadilan antardaerah bisa lebih terjamin.

Harapan besar kini tertuju pada DPR dan pemerintah agar pembahasan RUU Haji tidak sekadar formalitas, melainkan benar-benar menghasilkan regulasi yang menutup celah mafia kuota. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang harus dijaga kesuciannya, dan tidak boleh ternodai praktik transaksional yang merugikan umat.

DPD menegaskan, reformasi penyelenggaraan haji harus dimulai dari transparansi dan penegakan hukum yang kuat. Dengan begitu, calon jemaah bisa merasa tenang karena antrean mereka dihitung secara adil dan bersih, sementara pemerintah bisa menjaga kredibilitas di mata internasional.

BACA JUGA:Kampung Haji Indonesia Akan Dibangun 2-3 Km dari Masjidil Haram

BACA JUGA:8.400 Calon Jamaah Reguler Terdampak Perpanjangan Masa Tunggu Akibat Praktik Korupsi Pembagian Kuota Haji

Penyelenggaraan ibadah haji adalah tanggung jawab negara yang menyangkut hajat hidup umat Islam Indonesia. Karena itu, sistem yang bersih, transparan, dan akuntabel adalah sebuah keharusan. 

Langkah memperketat pengawasan, memperberat sanksi, melindungi pelapor, serta membangun dashboard digital real-time bisa menjadi fondasi awal untuk memastikan haji Indonesia bebas dari praktik mafia kuota.

Dengan pembahasan RUU Haji yang sedang berlangsung, publik menaruh harapan besar agar momentum ini dimanfaatkan untuk memperbaiki tata kelola haji secara menyeluruh. Tujuannya jelas: agar ibadah haji tetap menjadi perjalanan suci yang adil, bermartabat, dan jauh dari praktik kecurangan. (beritasatu)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan