Syahril Sahidir: Cukong Timah Bandit atau 'Dewa Penolong'?
Syahril Sahidir, BabelPos--
Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk melindungi sumber daya alam Bangka Belitung dari eksploitasi ilegal. Selain itu, pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam perlu ditingkatkan, sehingga mereka memiliki akses yang adil terhadap manfaat dari sumber daya alam tanah air mereka sendiri.
Kesadaran akan dampak buruk penambangan ilegal, serta upaya bersama untuk melawan praktik-praktik eksploitasi yang merugikan ini, adalah langkah awal yang penting menuju keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial di Bangka Belitung. Dengan demikian, kita bisa menjaga kekayaan alam untuk generasi mendatang, sambil memastikan bahwa masyarakat lokal mendapat manfaat yang adil dan layak dari sumber daya yang dimiliki oleh tanah air mereka.
Adakah Jalan?
BACA JUGA:Bos Asal Belitung Hindari Panggilan Jaksa, Diduga Takut Ditangkap
Dari generasi ke generasi, perjuangan rakyat penambang untuk menjalani hidup yang tenteram dari penambangan timah secara legal melalui Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) terus berlanjut. Namun, seperti angin yang berhembus lemah, harapan untuk meraih kehidupan yang lebih baik melalui penambangan legal masih terasa jauh.
Timah, yang seharusnya menjadi berkah bagi masyarakat, seringkali berubah menjadi kutukan. Harapan untuk menambang secara legal dan tenang di bawah naungan WPR seringkali hanya menjadi ilusi bagi rakyat.
Pernyataan terakhir dari mantan Penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Ridwan Djamaluddin, mengenai selesainya peta WPR awalnya menimbulkan sedikit harapan. Namun, realitasnya tidak semudah itu. Masyarakat tidak cukup hanya mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah Provinsi Babel untuk mulai menambang. Masih ada berbagai regulasi yang harus dipenuhi, dan proses tersebut diperkirakan akan memakan waktu yang cukup lama serta penuh dengan tantangan.
"Peta wilayah pertambangan rakyat sudah dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. Prosedur perizinan akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, dan langkah-langkah teknisnya sudah disiapkan oleh Dinas ESDM," ujar Ridwan.
"Izin pertambangan rakyat dapat diajukan kepada provinsi setelah peta wilayahnya terbuka di Google. Dengan demikian, wilayah yang telah ditetapkan dalam peta tersebut akan menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah dalam memberikan izin," tambahnya.
BACA JUGA:Babel Alokasi Anggaran Rp 19 Miliar untuk Mendukung UMKM
Meskipun langkah-langkah awal telah diambil, tantangan-tantangan besar masih menanti di depan. Masyarakat penambang perlu bersabar dan tetap optimis bahwa ada jalan untuk meraih hidup yang lebih baik melalui penambangan timah secara legal. Dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, harapan untuk hidup tenang dari timah masih merupakan tujuan yang bisa dicapai.
Lalu Apa Lagi?
Babel telah lama menjadi sorotan dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, terutama terkait dengan dokumen-dokumen penting seperti Pengelolaan WPR serta Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Meskipun telah diumumkan bahwa dua dokumen tersebut sedang dalam proses penggarapan oleh pihak Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Babel, namun hingga kini masih belum selesai. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran terkait pengelolaan sumber daya alam di provinsi tersebut.
Sebagaimana diutarakan oleh Kepala Dinas ESDM Babel, Amir Syahbana, penyelesaian kedua dokumen tersebut tidaklah mudah, terutama dalam hal KLHS yang merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hal ini memperlihatkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi dalam proses pengelolaan sumber daya alam, terutama ketika melibatkan berbagai pihak dan kewenangan yang berbeda.