Tarif AS Picu Kekhawatiran di Sektor Aviasi Global

Pesawat Delta Air Lines saat parkir Fort Lauderdale-Hollywood International Airport, Florida, AS, 9 April 2025-JOE RAEDLE-(AFP)

BELITONGEKSPRES.COM - Ketidakpastian kebijakan tarif yang digaungkan pemerintahan Donald Trump kembali menjadi momok bagi industri aviasi global. Bukan hanya mengganggu arus perdagangan, kebijakan ini juga memunculkan ketidakjelasan bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini bergantung pada rantai pasokan internasional termasuk Airbus dan Delta Air Lines.

Di Mirabel, pinggiran Montreal, para teknisi Airbus Kanada sibuk merampungkan pesawat lorong tunggal A220 untuk Delta. Namun, di balik kesibukan itu, terselip kekhawatiran: belum ada kepastian apakah pengiriman ke AS akan terbebas dari tarif impor 25 persen.

Pemesanan pesawat bukan perkara hitungan minggu. Prosesnya bertahun-tahun, melibatkan kontrak rumit dan perencanaan jangka panjang. Sayangnya, fluktuasi tarif dari Gedung Putih membuat industri kehilangan pijakan stabil. 

Meskipun tarif belum resmi diberlakukan, rantai suplai telah lebih dulu terguncang dipersulit kelangkaan suku cadang dan tenaga kerja.

BACA JUGA:Wamentan Sebut Hapus Kuota Impor untuk Akhiri Praktik Monopoli

BACA JUGA:Kementerian PU Diskusikan Relaksasi TKDN Bersama Kemenperin

“Satu hal yang pasti, kami tak akan membayar tarif apa pun atas pengiriman pesawat. Kami sudah tegaskan ke Airbus soal itu. Kami sedang membicarakan perkembangannya,” ujar Ed Bastian, CEO Delta, dalam wawancara dengan Reuters.

Sikap Delta mencerminkan kekhawatiran yang dirasakan banyak maskapai. Pasalnya, sejumlah komponen pesawat dirakit dari berbagai negara, bukan hanya AS. Jika kebijakan Trump benar-benar diterapkan, Delta berpotensi menanggung beban tambahan hingga USD 40,5 juta.

Delta dan Airbus menolak memberikan rincian terkait status pesanan A220 tersebut. Namun, situasi ini bukan yang pertama menguji ketahanan sektor aviasi terhadap dinamika tarif. Sebelumnya, konflik dagang Airbus vs Boeing pada 2020–2021 sempat memicu tarif lintas Atlantik, sebelum akhirnya reda berkat perjanjian dagang bebas antara AS dan Kanada yang ditandatangani sejak 1979.

Kepanikan kembali muncul awal Februari lalu ketika tim produksi Airbus di Kanada mendapat peringatan dari Washington soal potensi tarif baru. Upaya mitigasi langsung dilakukan: perusahaan harus menunjukkan bahwa mereka mematuhi aturan United States-Mexico-Canada Agreement (USMCA), sebuah prosedur administratif yang belum pernah mereka jalani sebelumnya.

BACA JUGA:Mentan Amran Optimistis Indonesia Mampu Surplus Beras Hingga 12 Juta Ton

BACA JUGA:Tanpa Kuota Impor, Peluang Usaha Dinilai Makin Terbuka dan Kompetitif

Kebingungan ini bahkan telah diumumkan secara internal oleh Airbus kepada para karyawannya, mengingat tarif baru tersebut bisa memicu ketegangan tambahan: siapa yang sebenarnya harus menanggung biaya bea masuk tersebut?

Delta sendiri memperkirakan akan menerima 43 pesawat dari Airbus hingga akhir 2024, beberapa di antaranya berasal dari luar AS. CEO Airbus, Guillaume Faury, sudah mewanti-wanti: jika kebijakan tarif benar-benar diberlakukan, pihaknya siap memprioritaskan pengiriman ke pasar lain yang lebih stabil secara kebijakan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan