Hanafi, Perawat Warisan Intelektual Sukarno-pastor Belanda di Ende

Kondisi bagian depan Serambi Soekarno di Biara Santo Yosef, Gereja Kristus Raja, Kota Ende, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur tempat dimana sejarah mencatat transformasi intelektual sejarah Sukarno- pastor missionaris SVD-M Riezko Bima Elko Prasetyo-ANTARA

Semua bermula saat Sukarno muda mendirikan partai politik yang memperjuangkan kemerdekaan bangsanya secara radikal dengan asas tanpa kompromi terhadap Belanda. Dari situ, ia ditangkap oleh tentara Belanda dan ditahan di penjara salah satunya penjara Sukamiskin pada 1930.

BACA JUGA:Perbaiki Tata Kelola dan Distribusi Minyakita

Bukannya meredam tapi pergerakan Sukarno dalam menyebarkan semangat nasionalisme semakin tajam setelah bebas dari penjara. Sikap ini memaksa Belanda menangkap dan membuangnya ke daerah terpencil sebagaimana yang juga terjadi pada sahabatnya Sutan Sjahrir, Sayuti Melik, menyusul Muhammad Hatta, dan beberapa tokoh pergerakan nasional lainnya.

Bila para sahabatnya itu diasingkan secara terpisah ke Boven Digoel, Papua, maka Sukarno juga dibuang oleh pemerintah kolonial ke daerah terpencil di sebelah timur Pulau Jawa, yakni Ende, sebuah kota kecil di semenanjung Pulau Flores.

Sukarno menginjakkan kaki pertama kali di Pelabuhan Ende, pada 14 Januari 1934. Di kota ini dia tidak ditahan dalam sel penjara tapi dibiarkan beraktivitas menempati sebuah rumah kompleks militer kolonial, dengan pengawasan ketat dari intelijen yang berkeliaran.

Berdasarkan literatur yang dipelajari Hanafi, ia menyebutkan bahwa Sukarno sebagai seorang cendekiawan Muslim berjiwa nasionalis cukup mengalami frustasi karena ulah Belanda yang terus menguntitnya. Rasa frustasi itu perlahan luntur ketika Sukarno bertemu dengan pastor Geradus Huijtink, sosok misionaris Provinsi SVD Ende yang paling sering disebut sebagai teman diskusinya.

Huijtink dikenal memiliki perpustakaan lengkap di dalam biara yang menyimpan berbagai karya filsafat, politik, dan teologi. Namun karena ruangan itu bukan untuk orang luar, maka Sukarno hanya dipinjamkan buku dan membacanya di serambi biara. Bersama dengan Huijtink yang kala itu sebagai frater, Sukarno memperluas pemikirannya mengenai nilai-nilai universal serta keberagaman.

BACA JUGA:Berharap Sejahtera dari Koperasi Desa Merah Putih

Tidak hanya itu, pastor Dr. Johannes Bouma yang kala itu sebagai Pemimpin Provinsi SVD Ende juga turut menjadi bagian dari lingkaran diskusi tersebut. Dia pula yang memberikan keleluasaan bagi Sukarno untuk mengakses semua buku perpustakaan biara.

Sukarno yang kala itu berusia 33 tahun banyak menghabiskan harinya untuk membaca segala jenis buku yang ada di serambi biara. Setelah membaca yang biasanya sore hari menjelang senja dia akan duduk di bawah pohon sukun yang rindang di tepi pantai Kotaraja, tak jauh dari rumah pengasingan dan biara untuk berkontemplasi. Hampir semua biarawan sering melihat Sukarno larut dalam diskusi dengan Pastor Huitjink di sana, dan itu membuat para biarawan yakin bahwa Sukarno sedang membangun pondasi untuk sesuatu yang besar.

“Bayangkan bagaimana aura Sukarno, ia sampai dipanggil Mr. President di sini betapa tidak, negara-negara cuma negara dan kemerdakaan ini yang diucapkannya,” ujar Hanafi dengan suara menekankan.

Hanafi mengakui bahwa ia sangat mengagumi pemikiran Sukarno. Kekagumannya itu makin kuat sejak menjadi anggota Provinsi SVD Ende pada tahun 1992. Di sini ia memperoleh banyak pengetahuan seputar persahabatan Sukarno dengan para misionaris dan umat Katolik setempat.

Salah satu literatur yang berkembang di Gereja Kristus Raya menyebutkan bahwa pastor Johannes Bouma terus mendorong Sukarno untuk memerdekakan Indonesia. Meski berasal dari Belanda, Bouma sama sekali tidak sejalan dengan arah politik para petinggi pemerintahan Hindia Belanda, yang ingin menguasai penuh bangsa dan wilayah Hindia Belanda.

BACA JUGA:Mengungkap Penyebab PHK Massal dan Upaya Pencegahannya

Dalam hal ini, Hanafi berpendapat bahwa Bouma berpegang pada Ensiklik Rerum Novarum dari Paus Leo XIII, yang membawa ajaran sosial gereja dimana kaum buruh berhak merdeka, karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan