Hanafi, Perawat Warisan Intelektual Sukarno-pastor Belanda di Ende

Kondisi bagian depan Serambi Soekarno di Biara Santo Yosef, Gereja Kristus Raja, Kota Ende, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur tempat dimana sejarah mencatat transformasi intelektual sejarah Sukarno- pastor missionaris SVD-M Riezko Bima Elko Prasetyo-ANTARA

Setelah itu, di lain kesempatan di serambi biara ini pula, kepada Huijtink, Sukarno menegaskan kemerdekaan merupakan hal yang mutlak dan menjadi misi sekaligus arah perjuangannya sampai rela hidup menderita di pengasingan. Dalam desain negara yang dicanangkan Sukarno ketika itu, Indonesia berdasarkan dengan nuansa keagamaan Islam yang mungkin terlalu eksklusif.

Mendengarkan pernyataan itu Huijtink cukup kagum, bahwa sudah sejauh itu Sukarno memikirkan masa depan negaranya. Namun untuk menyempurnakan gagasan tersebut Huijtink pun bertanya, "di mana tempat bagi yang beragama Hindu atau kami yang tidak menganut Islam?" Pertanyaan itu membuka cakrawala berpikir Sukarno dan mendorongnya untuk merumuskan dasar negara yang bisa menyatukan seluruh bangsa.

Cukup disayangkan diskusi konstruktif antara Sukarno dengan para pastor itu tidak meninggalkan catatan tertulis sebagai bukti otentik, karena semua perumusan pancasila di Ende hanya dilakukan secara verbal dan disaksikan pandangan mata saja.

Namun, Hanafi mengatakan, beberapa risalah yang mengarah pada bukti rumusan Pancasila di Ende oleh Sukarno ada tersimpan di Seminari Tinggi Redalero di Kabupaten Sikka, yang ditulis misionaris Belanda menggunakan bahasa Belanda dan ada juga yang menjadi arsip Koninklijk Instituut voor Taal-,Land-en Volkenkunde (KITLV) di Leiden, Belanda.

BACA JUGA:Antisipasi PHK Sebagai Kode Merah Industri Tekstil dan Garmen Nasional

“Beliau merenungkan hasil diskusinya dengan para pastor, di pantai Kotaraja, di bawah pohon sukun yang sekarang dinamai Taman Pancasila, itu memang ada. Hasil bacaan dari buku-buku, pengamatannya dengan masyarakat yang menjadi teman sepergaulannya waktu ada disini, lalu itu semua menjadi macam ramuan, sampai itu ditulisnya dan dicetuskannya di Jakarta, 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Pancasila dasar negara,” kata Hanafi.

Serambi Soekarno

Untuk merawat warisan intelektual Sukarno dan pastor,  maka biara yang menyimpan berlusin kisah perjuangan dan transformasi pemikiran itu kini telah disulap menjadi situs wisata sejarah, Serambi Soekarno.

Diresmikan pada 14 Januari 2019 oleh Pater Lukas Jua, Kepala Provinsi SVD Ende, situs yang lingkungannya sejuk karena berada dibukit yang rimbun dengan pepohonan-bunga ini menjadi pusat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai persatuan dan toleransi.

Serambi Soekarno, yang terletak di kompleks Biara Santo Yosef, Gereja Kathedral Ende, kini dilengkapi dengan pojok baca, serta lukisan yang menggambarkan momen-momen diskusi Sukarno dengan kedua pastor, hingga naskah ke-12 tonil ciptaan Sukarno yang menginspirasi.

Di samping itu, situs ini juga rutin mengadakan seminar dan diskusi, terutama selama bulan suci Ramadhan, yang menghadirkan rombongan mahasiswa dan kelompok keagamaan dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri.

BACA JUGA:Nasib RI di Pusaran Perang Tarif AS-China

Berdasarkan catatan sejarah yang ada, selama pengasingannya di Ende, Sukarno terutama tercatat memiliki interaksi yang intens dengan komunitas Katolik, khususnya melalui para misionaris dari SDV.

Di wilayah Ende, pengaruh dari para misionaris ini cukup dominan dalam kehidupan intelektual dan spritualnya, sehingga sebagian besar dokumentasi sejarah menekankan peran para misionaris itu.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa di Ende, seperti banyak daerah di Indonesia, kala itu sudah ada komunitas Muslim yang menjalankan kegiatan keagamaan. Namun, tidak ada ada bukti kuat bahwa Sukarno terlibat dalam interaksi mendalam dengan tokoh-tokoh ulama atau kiai di sana.

Sukarno dikenal sebagai sosok yang menghargai pluralisme dan mungkin saja dalam kesempatan tertentu selama empat tahun sembilan bulan berada di Ende, (Sukarno meninggalkan Ende 18 Oktober 1938 untuk diasingkan ke Bengkulu) ia mendapatkan masukan dari masyarakat Muslim setempat. Akan tetapi, interaksi tersebut tidak terekam secara signifikan dalam catatan sejarah, berbeda dengan pengaruh yang didapatkan Sukarno dari para misionaris Katolik.

Meneguhkan hubungan lintas agama

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan