Mengintip Peradaban Buddha Abad ke-7 dari KCBN Muaro Jambi
Seorang pemandu sedang menjelaskan kawasan Candi Kotomahligai kepada seorang pengunjung di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi, Provinsi Jambi, Sabtu (3/2/2024). (ANTARA/Sean Muhamad)--
Penamaan Candi Kedaton bukanlah penamaan yang diberikan oleh orang di masa kini. Penamaan candi tersebut bersumber dari penuturan tokoh masyarakat setempat yang diperoleh dari para leluhurnya.Dengan demikian, nama Kedaton tersebut sudah dikenal oleh masyarakat setempat secara turun-temurun.
Tidak hanya arsitektur, beberapa riwayat juga menyebutkan bahwa kuliner khas Betawi yang menggunakan buah pucung atau keluak, yang bernama Gabus Pucung merupakan salah satu jenis kuliner yang dibawa oleh orang-orang dari Sriwijaya yang tinggal di tepian Sungai Batanghari ke wilayah Jakarta pada masa itu. Kuliner itu kemudian dimodifikasi menjadi rawon yang berbahan dasar daging oleh orang-orang yang berpindah ke wilayah Jawa Timur.
Revitalisasi
KCBN Muaro Jambi kini menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk direvitalisasi dan dilestarikan. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional berdasarkan penetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 259/M/2013.
BACA JUGA:Menguatkan Nasionalisme di Kalangan kader Ulama
BACA JUGA:Membangun Komunitas Senasib Sepenanggungan Tujuan Diplomasi China
Revitalisasi KCBN Muaro Jambi merupakan sebuah langkah tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam UU tersebut, terdapat dua hal yang dituju, yaitu berkaitan dengan ketahanan budaya serta kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia.
Pada tahun 2022 telah dilakukan Program Revitalisasi KCBN Muaro Jambi yang meliputi pemugaran, normalisasi parit keliling, dan penataan lingkungan.
Sementara pada tahun 2024, akan dilakukan pembangunan museum, pemugaran Candi Kotomahligai dan Candi Paritduku, perencanaan pemugaran Candi Sialang dan Candi Alun-Alun. Selain itu, penataan lingkungan Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong, dan Candi Astano, serta normalisasi parit dan kolam dengan anggaran tak kurang dari Rp600 miliar.
Pelibatan masyarakat setempat juga menjadi salah satu fokus dalam revitalisasi kawasan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kemendikbudristek adalah mengadakan pelatihan wirausaha untuk diterapkan dalam Pasar Dusun Karet (Paduka), yang berada di dalam Kompleks KCBN Muaro Jambi, sebagai pengganti usaha masyarakat yang belum terencana di wilayah tersebut.
Masyarakat juga diajak untuk menyiasati banjir yang merendam kawasan tersebut saat Sungai Batanghari meluap, dengan menyewakan perahu sampan, serta melibatkan mereka untuk membuat pasar apung yang menjual jajanan dengan kearifan lokal setempat.
Masyarakat setempat dilibatkan pula dalam pengelolaan buah-buahan, mulai dari proses pemeliharaan, panen, hingga jual beli dan pelelangan dari buah kawasan KCBN Muaro Jambi. Upaya tersebut saat ini mampu menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Rp600 juta.
Kemendikbudristek juga akan mengajak sejumlah masyarakat untuk melakukan studi ke Vietnam, guna mempelajari bagaimana masyarakat di tepi Sungai Mekong dapat melestarikan kebudayaan sekaligus memanfaatkan nilai ekonomisnya.
Pelestarian KCBN Muaro Jambi tidak hanya berfokus pada cagar budaya, tetapi juga mengembangkan pelindungan alam dan lingkungan, karena kearifan lokal Nusantara tidak pernah lepas dari apa yang alam berikan untuk dimanfaatkan para leluhur.
KCBN Muaro Jambi diharapkan bisa kembali menjadi pusat peradaban, menjadi pusat pembelajaran sejarah Nusantara dan berkontribusi menjaga alam Indonesia di masa yang akan datang.(*)