Kasus Pelecehan Seksual, Agus Buntung Jadi Tahanan di Lapas Lombok Barat usai Dilimpahkan ke Kejaksaan

IWAS alias Agus Buntung saat memberikan keterangan kepada wartawan, Senin (2/12)--Lombok Post/ JPG

BELITONGEKSPRES.COM - I Wayan Agus Suartana alias Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual fisik, resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Mataram pada Kamis, 9 Januari. 

Penyerahan Agus dari penyidik Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) ke Kejari Mataram menjadi sorotan publik, mengingat statusnya sebagai individu dengan kebutuhan khusus dalam sistem hukum yang sering kali dianggap kurang inklusif.

Proses hukum ini memasuki tahap II dengan penyerahan barang bukti dan tersangka ke pihak kejaksaan. Kepala Kejari Mataram, Ivan Jaka, memastikan bahwa penahanan Agus di Lapas Kelas IIA Lombok Barat telah melalui pertimbangan hukum yang matang, berdasarkan bukti visum, keterangan ahli, serta asesmen dari psikolog forensik dan kriminal.

“Setelah dilakukan gelar perkara, yang bersangkutan akan ditahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat,” ujar Ivan Jaka, seraya menegaskan bahwa penahanan ini telah memenuhi syarat objektif dan subjektif sebagaimana disimpulkan oleh para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram).

BACA JUGA:Ahok Diperiksa KPK Sebagai Saksi atas Dugaan Korupsi LNG di Pertamina

BACA JUGA:Menteri Sosial Syaifullah Yusuf Pastikan Kebutuhan Dasar Masyarakat Miskin Tidak Terabaikan

Penahanan Agus di Lapas Kelas IIA Lombok Barat memicu diskusi mengenai kesiapan fasilitas lembaga pemasyarakatan dalam menangani tahanan penyandang disabilitas. 

Kejari Mataram bekerja sama dengan Polda NTB dan Komisi Disabilitas Daerah telah memastikan bahwa lapas tersebut menyediakan fasilitas yang layak, termasuk pendampingan khusus untuk mendukung kebutuhan Agus selama menjalani proses hukum.

Agus sempat menolak ditahan, tetapi pihak kejaksaan menegaskan bahwa langkah ini sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Ia dijerat Pasal 6 huruf c dan a juncto Pasal 15 ayat (1) huruf e UU TPKS, yang mengatur pemberatan hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual.

Kasus ini menjadi ujian bagi sistem hukum Indonesia dalam menangani pelaku yang berasal dari kelompok rentan. Di satu sisi, aparat penegak hukum berkomitmen menegakkan keadilan bagi korban dengan memastikan proses hukum yang transparan dan berdasarkan bukti kuat. 

Di sisi lain, perhatian publik juga tertuju pada bagaimana hak-hak penyandang disabilitas dipenuhi dalam konteks penegakan hukum.

Proses hukum terhadap Agus Buntung mencerminkan upaya negara untuk tetap adil, baik terhadap korban maupun pelaku, meskipun tantangan besar masih dihadapi dalam menyediakan akses yang setara bagi penyandang disabilitas di sistem peradilan. (jpc)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan