Putusan-putusan MK yang Mengukir Sejarah Sepanjang 2024
Petugas Mahkamah Konstitusi (MK) memeriksa berkas pemohon pendaftaran gugatan hasil Pilkada 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (9/12/2024). Mahkamah Konstitusi hingga 9 Desember 2024 pukul 12:00 WIB telah menerima 150 gugatan hasil Pilkada 2024 atau perkar-Aprillio Akbar/foc.- ANTARA FOTO
MK merombak aturan ambang batas pencalonan kepala daerah lewat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan atas perkara yang dimohonkan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan pada Selasa (20/8/2024) atau mendekati tahapan pendaftaran calon kepala daerah Pilkada 2024.
Melalui putusan ini, MK mengubah norma Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menjadi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika memperoleh suara sah berkisar 6,5“10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap di daerah tersebut.
Dengan adanya putusan ini, ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi turun. Sebelumnya, untuk mengusung calon kepala daerah, partai politik atau gabungan partai harus mendapatkan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi suara sah Pemilu DPRD.
Akhir perdebatan syarat usia calon kepala daerah
BACA JUGA:Babak baru pupuk bersubsidi
Pada hari yang sama dengan putusan ambang batas pencalonan kepala daerah, MK juga membacakan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dalam pertimbangan putusan, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi sejak penetapan pasangan calon peserta pilkada oleh KPU.
Penegasan MK itu mengakhiri perdebatan mengenai teknis penghitungan syarat usia calon kepala daerah. Pasalnya, sebelum putusan tersebut dibacakan, syarat usia masih simpang siur. Terlebih, putusan uji materi di Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 menyatakan, syarat usia calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Lebih jauh dalam pertimbangan hukumnya, MK menjelaskan, peraturan batas usia calon kepala daerah selalu ditempatkan dalam bab yang mengatur mengenai persyaratan calon. Semua hal yang berkaitan dengan persyaratan seyogianya harus dipenuhi sebelum pasangan calon ditetapkan. Ketentuan itu, menurut Mahkamah, juga sama halnya dengan syarat usia calon anggota legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden.
Desain surat suara pilkada calon tunggal
MK memutuskan mengubah ketentuan desain surat suara pilkada calon tunggal menjadi model plebisit, yakni model yang meminta para pemilih untuk menentukan setuju atau tidak setuju terhadap calon tunggal tersebut. Nantinya, surat suara pilkada calon tunggal memuat foto pasangan calon tunggal serta dua kolom kosong di bagian bawah yang memuat pilihan "setuju" atau "tidak setuju".
BACA JUGA:Pak Menteri Tolong Jangan Ganti Kurikulum Lagi Yaa...!!!
Hal itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 54C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ketentuan baru desain surat suara pilkada calon tunggal itu berlaku mulai Pilkada 2029, mengingat Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 dibacakan pada Kamis (14/11/2024) saat tahapan pencetakan surat suara Pilkada 2024 telah dilaksanakan.
Ketentuan pilkada ulang jika kotak kosong menang
Masih dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024, MK turut memperjelas ketentuan pilkada ulang apabila kotak kosong menang pada pilkada calon tunggal. MK menyatakan, dalam hal kotak kosong memperoleh suara lebih banyak daripada calon tunggal, maka pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama satu tahun.
Dalam amar putusannya, MK juga mengatur bahwa kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah yang baru, sepanjang tidak melebihi masa waktu lima tahun sejak pelantikan. Putusan itu untuk memperjelas makna frasa "pemilihan berikutnya" dalam Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Penegasan demi penegasan di UU Cipta Kerja
Melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, Kamis (31/10/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang dimohonkan Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja. Setidaknya ada 21 norma yang dikabulkan sebagian. Pada pokoknya, MK memberi penegasan demi penegasan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA:Menguatkan Mitigasi dan Kesiapsiagaan Guna Antisipasi Bencana
Beberapa hal yang ditegaskan oleh MK, di antaranya terkait jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) paling lama lima tahun, menteri yang bertanggung jawab dalam urusan ketenagakerjaan harus menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan (outsorcing), libur satu atau dua hari dalam sepekan, struktur dan skala upah harus proporsional, upah minimum sektoral kembali diberlakukan, hingga pemutusan hubungan kerja diperketat melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat.