Menteri ESDM: Intervensi Teknologi Bisa Maksimalkan Lifting Migas Nasional
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia-BPH Migas- ANTARA/HO
BELITONGEKSPRES.COM - Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sektor energi, terutama ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi minyak dan gas bumi (migas). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa pemanfaatan teknologi modern adalah kunci untuk meningkatkan kapasitas produksi migas nasional.
Bahlil menyoroti bahwa penurunan alami produksi migas telah mendorong pemerintah untuk bertindak cepat melalui percepatan adopsi teknologi canggih. Dalam pernyataannya di Jakarta, Sabtu, ia menggarisbawahi pentingnya intervensi teknologi dalam mencapai swasembada energi.
“Lifting migas nasional saat ini sekitar 600 ribu barrel oil per day (BOPD), sementara konsumsi mencapai 1,5 hingga 1,6 juta BOPD. Untuk itu, diperlukan langkah strategis seperti optimalisasi teknologi dan eksplorasi lebih lanjut,” ujar Bahlil.
Salah satu pendekatan yang ia dorong adalah penerapan teknologi enhanced oil recovery (EOR) yang telah terbukti meningkatkan produksi di Blok Cepu yang dikelola ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Bahlil memuji pencapaian EMCL yang berhasil meningkatkan kapasitas produksi dari 100 ribu menjadi 163 ribu barel minyak per hari melalui teknologi modern.
BACA JUGA:DPR Dorong UMKM Sektor Tembakau Tingkatkan Nilai Ekonomi Melalui Ekspor
BACA JUGA:Pj Bupati Puji Konser Jazz De Billitone 2024, Dorong Musik sebagai Ikon Baru Belitung
Namun, upaya ini tidak hanya bertumpu pada teknologi. Pemerintah juga menjajaki kemungkinan insentif bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memacu implementasi teknologi tersebut. Selain itu, langkah eksplorasi juga menjadi fokus utama.
“Kami mengundang KKKS untuk bekerja sama dalam joint study guna menemukan cadangan migas baru yang belum tergali. Langkah ini penting untuk memastikan keberlanjutan produksi di masa depan,” jelasnya.
Bahlil menekankan bahwa strategi lain yang tak kalah penting adalah mengurangi ketergantungan pada impor migas, yang selama ini menjadi penyumbang defisit neraca perdagangan. Dengan memperkuat produksi domestik, Indonesia diharapkan mampu menekan impor migas sekaligus menciptakan ketahanan energi yang lebih baik.
“Ini bukan hanya soal produksi, tetapi juga soal kemandirian energi nasional. Dengan pendekatan yang terintegrasi, kita optimis bisa mengatasi tantangan besar ini,” pungkas Bahlil. (ant)