Hidup Baru
Dahlan Iskan--
Hidup baru itu dimulai saat ia berumur 88 tahun, di tahun 2017. Di tahun itu ia mulai belajar serius: bagaimana bisa menyanyi seriosa.
Menyanyi yang lain ia sudah pandai, tapi harus bisa yang seriosa. Seminggu dua kali Nurhadi belajar lagu-lagu Italia. Yakni di lantai dua rumahnya yang menghadap lapangan golf Bukit Darmo.
Guru seriosanya bernama Zhang Xiao Jia. Zhang lahir di Korea Utara, besar di Harbin (Tiongkok paling utara), lalu, saat tour ke Indonesia, dia jatuh cinta pada Surabaya.
Di Surabaya, Zhang kawin dengan seorang pengusaha yang juga punya hobi menyanyi Seriosa: Budijanto Teguh. Zhang kemudian menjadi WNI dan mengajar seriosa di Surabaya.
Ketika sang guru merayakan ulang tahun, sebuah konser seriosa digelar meriah. Nurhadi didaulat menyanyikan Sing Sing So dan Rayuan Pulau Kelapa (lihat Video yang menyertai tulisan ini).
Nurhadi memang punya hobi menyanyi. Sejak kecil. Meski sekolah di SMP Tionghoa, di Malang, Nurhadi menyukai lagu-lagu Jawa. Khususnya lagu dolanan. Ia sering mengikuti anak-anak Malang yang keliling kota untuk mengamen. Ia suka ikut menyanyikan lagu "Onde-Onde Isi Kacang, Rambute Konde Sikile Pincang" yang dinyanyikan para pengamen itu.
Di usia 88 tahun itu Nurhadi benar-benar mulai hidup baru. Di samping mulai belajar lagu-lagu seriosa, tahun itu ia juga berhasil membagi habis warisan untuk lima orang anaknya. Ia mulai merasakan bagaimana hidup tanpa memiliki saham sedikit pun di begitu banyak perusahaan yang ia dirikan.
Nurhadi hanya sekolah sampai kelas dua SMP. Waktu itu ia punya pikiran: kalau pun lulus SMP dan SMA tidak akan mungkin bisa masuk universitas. Sama-sama tidak akan bisa kuliah untuk apa harus menunggu tamat SMA. Lebih baik berhenti di kelas dua SMP. Toh kemampuan membaca dan menulis sudah cukup. Berarti bekal untuk hidup sudah cukup.
Maka Nurhadi mulai bekerja. Ia ikut kakak sulung jualan hasil bumi. Kulakan di desa-desa di Malang, dijual di Surabaya. Lama-lama Nurhadi berpikir: begitu banyak ongkos angkut yang dikeluarkan. Kalau dihitung-hitung sudah bisa untuk membeli truk bekas.
Akhirnya ia beli truk bekas: merek Chevrolet. Sering rusak. Ia pun bikin bengkel truk.
Beban muatan yang berat membuat per truk sering patah. Zaman itu sulit ke mana memperbaiki per yang rusak. Akhirnya Nurhadi belajar bikin per (pegas) sendiri. Jelek tapi berfungsi. Banyak juga pemilik truk yang minta dibuatkan per di bengkelnya.
Orde baru lahir. Modal asing dibuka. Mobil-mobil Jepang mulai masuk. Investor Jepang bikin pabrik mobil di Indonesia. Dicarilah apakah ada pengusaha lokal yang bisa jadi pemasok suku cadang.
Pencarian itu sampai ke nama Nurhadi. Bisa bikin per. Jepang pun datang ke Malang. Melihat bengkel per Nurhadi. Terlalu sederhana tapi setidaknya sudah punya pengetahuan tentang per.
Akhirnya Jepang menggandeng Nurhadi. Dibangunlah pabrik per modern di Gresik: PT Indospring. Itulah pabrik per pertama. Sampai sekarang tetap jaya. Tetap yang terbesar di Indonesia.
Hidup baru Nurhadi berlangsung selama tujuh tahun. Ia meninggal di usia 95 tahun.