Membuka Kembali Catatan Penanganan Pandemi Oleh KBRI Kuala Lumpur
Duta Besar RI untuk Malaysia Dato’ Indera Hermono dalam sesi wawancara khusus dengan ANTARA di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia-Rangga Pandu Asmara Jingga-ANTARA
BACA JUGA:Bank Indonesia Gerakkan Roda Ekonomi Papua Pegunungan
Para ormas terus berkontribusi membantu KBRI dalam mengkoordinasikan pengurusan WNI yang mengalami masalah, hingga membantu membentuk sanggar-sanggar belajar untuk anak pekerja migran.
“Ini membuktikan bahwa hubungan atau pun kerja sama dengan ormas menjadi sangat penting. Dan ini mudah-mudahan dapat terus dijaga. Luasnya wilayah kerja KBRI KL dan banyaknya warga negara atau pekerja Indonesia di Malaysia tidak mungkin semuanya dapat diurus oleh KBRI sendiri,” tutur Hermono,
Peristiwa tidak terlupakan
Di tengah upaya penanganan Covid-19, banyak peristiwa yang tidak terlupakan. Dubes Hermono teringat pada saat itu dirinya melihat secara langsung ada keluarga dengan lima anak, yang ibunya wafat karena Covid-19, sementara sang ayah tidak bisa bekerja karena lumpuh.
“Hal-hal seperti ini banyak. Jadi bagaimana satu keluarga yang single parent, apakah itu tidak ada ibunya dan tidak ada bapaknya karena Covid,” ujarnya.
Semasa Covid-19 sedang mencapai puncaknya, kata Hermono, angka WNI yang wafat meningkat drastis hingga 10 kali lipat dari jumlah biasanya.
BACA JUGA:Small Click To Bigger KLIC: Dari Selatan Korea untuk Semangat Berkarya
Jika sebelum Covid-19, jumlah WNI meninggal di Malaysia per bulan secara rata-rata 50–60 orang, maka pada saat puncak Covid dapat mencapai 600-750 orang selama satu bulan. Jumlah itu pun hanya berdasarkan WNI yang melakukan pelaporan ke KBRI KL saja.
“Belum termasuk yang di Johor, Penang, Kinabalu, Kuching dan Tawau,” kata Hermono.
Hermono juga mengenang betapa upaya gotong-royong antara KBRI dengan masyarakat atau diaspora begitu kuat.
Masyarakat rela patungan menyisihkan uang untuk bersama-sama memberikan bantuan membeli susu bagi anak-anak pekerja migran hingga memulangkan WNI yang tidak memiliki biaya.
“Sangat miris lah kondisinya, bagaimana ada anak-anak tidak ada ibunya, tidak bisa minum susu, hanya bisa minum teh manis,” kenang Hermono.
Menurutnya, Covid-19 ibarat sebuah tragedi kemanusiaan di mana banyak sekali anak-anak yang kondisinya sangat memprihatinkan.
Penanganan PMI nonprosedural
Hermono menyampaikan saat pandemi Covid-19 ada pekerja migran yang tidak memiliki dokumen legal yang harus ditangani. WNI nonprosedural itu kesulitan mengakses rumah sakit dan tidak berani melaporkan diri ke KBRI.
BACA JUGA:Mewujudkan Lembaga Pengawas Independen Sistem Merit ASN