Membuka Kembali Catatan Penanganan Pandemi Oleh KBRI Kuala Lumpur
Duta Besar RI untuk Malaysia Dato’ Indera Hermono dalam sesi wawancara khusus dengan ANTARA di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia-Rangga Pandu Asmara Jingga-ANTARA
“Jadi hari ini saya diberi tahu, dan hari ini pula harus kembali ke Jakarta untuk ikut fit and proper test. Jadi ini ada kondisi yang sifatnya agak emergency sehingga perlu segera dipindahkan. Memang pemindahan itu agak tidak lazim, saya di sana (Spanyol) belum (lama), tiba-tiba dipindahkan,” jelasnya.
Dia mengulas tantangan yang dihadapi saat baru pindah ke Malaysia. Pada masa itu, bulan Oktober 2020, jumlah WNI di Malaysia berkisar 3 juta orang.
Saat Covid-19, banyak sekali persoalan yang dihadapi oleh WNI di Malaysia, terutama diberlakukannya lock down, membuat WNI tidak boleh bekerja, tidak punya penghasilan apapun, dan tidak bisa pulang ke tanah air karena penerbangan ke Indonesia sangat terbatas.
BACA JUGA:Prudensi Keuangan Negara dalam Menjaga Kedaulatan Ekonomi
Belum lagi sebagian besar bandara di Indonesia ditutup. “Yang dibuka hanya Jakarta, Bali dan Manado, saat itu. Sementara pekerja migran kita di Malaysia itu kan (mayoritas) bukan dari Jakarta, bukan dari Bali dan juga bukan dari Manado,” tutur Hermono.
Para WNI mengalami kesulitan untuk pulang dan di Indonesia juga diterapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
“Jadi mereka (WNI) tidak bekerja, tidak bisa pulang, dan banyak warga kita yang kena Covid juga,” jelas Hermono.
Hermono menyampaikan saat ditugaskan ke Malaysia, dirinya menerima penugasan khusus dari Kementerian Luar Negeri untuk memberikan bantuan secara cepat kepada WNI, kemudian juga menggalang kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan, melakukan konsolidasi internal di KBRI untuk membangun tim kerja, serta memulihkan kepercayaan publik terhadap KBRI.
“Karena sebelum saya datang itu banyak cerita-cerita yang sifatnya kemarahan masyarakat terhadap KBRI, karena dianggap kurang maksimal dalam memberikan pertolongan atau bantuan kepada masyarakat di tengah-tengah Covid-19 yang memang kondisinya sangat sulit sekali. Kalau bisa dibayangkan orang tidak bekerja, tidak bisa pulang, mereka perlu makan juga, nah itu yang menjadi prioritas saya” jelasnya.
BACA JUGA:Restrukturisasi Utang Whoosh dan Pergeseran Kerja Sama Infrastruktur
Begitu tiba di KBRI Kuala Lumpur, Hermono segera melakukan asesmen untuk menentukan hal-hal urgensi yang perlu dilakukan untuk memberikan pertolongan kepada masyarakat.
Saat itu disepakati bahwa prioritas utama adalah memberikan bantuan logistik kepada masyarakat. Hermono bersyukur saat itu KBRI menerima anggaran yang cukup dari pusat sehingga bisa membagikan bantuan logistik dalam dua gelombang lock down, sebanyak sekitar 120.000 paket dan 150.000 paket sembako.
Namun persoalan tidak berhenti di sana, sebab upaya membagikan logistik atau bahan pokok kepada masyarakat di tengah-tengah Covid-19 juga menimbulkan tantangan tersendiri.
Layaknya terjadi di kebanyakan negara lain, otoritas Malaysia juga memberlakukan pembatasan kegiatan secara ketat untuk mengurangi penyebaran pandemi.
Akibatnya upaya menyalurkan bantuan ke negara bagian lain di Malaysia memerlukan izin yang rumit.