Persidangan kali ini fokus pada dana CSR, yang oleh Harvey disebut sebagai "dana sosial bersama." Hakim Alfis Setiawan pun mencurigai jawaban-jawaban Harvey, yang terdengar seperti sudah diatur.
“Di mana diterima (dana CSR)?” tanya hakim.
“Kadang di rumah, kadang-kadang restoran,” jawab Harvey.
“Satu kali terima berapa?” lanjut hakim.
“Macam-macam, Yang Mulia,” jawab Harvey.
“Paling sedikit berapa?” tanya hakim lagi.
“Tidak ada minimum, Yang Mulia, karena sifatnya sumbangan sukarela,” jawab Harvey.
Hakim lalu menegur Harvey karena jawabannya terdengar seperti sudah dihafal. "Dengar dulu pertanyaannya, jangan langsung nyerocos seolah sudah di-setting jawaban Saudara ini. Dengar dulu baru dijawab dengan tepat," ujar hakim.
BACA JUGA:Mantan Gubernur Babel Erzaldi Akhirnya Diperiksa, Terkait Kasus Korupsi Timah
Ketika ditanya mengenai pencatatan transaksi, Harvey tetap mengaku tidak pernah mencatatnya. Jawaban ini semakin membuat hakim ragu, terutama karena sebagai pengusaha batu bara, Harvey dinilai seharusnya memiliki catatan transaksi.
“Saudara kan pengusaha batu bara. Gimana bisa tidak mencatat transaksi yang sebesar itu?” cecar hakim.
“Memang tidak saya catat, Yang Mulia,” jawab Harvey, tetap pada keterangannya.
Tak hanya tidak tercatat, pengakuan Harvey tentang penggunaan dana sosial yang diterimanya pun semakin mencurigakan.
Ia berkelit bahwa dana tersebut habis digunakan untuk membeli peralatan penanganan Covid-19, dan karena itu, bantuan tidak sempat disalurkan ke masyarakat.
BACA JUGA:Kasus Korupsi Timah: Harvey Gunakan Dana CSR Rp420 Miliar Tanpa Penjelasan?
“Saudara gunakan uang itu untuk apa?” tanya hakim.