BELITONGEKSPRES.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkomitmen untuk memperkuat sektor Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending melalui penguatan permodalan dan penerapan tata kelola yang baik.
Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Djoko Kurnijanto, menyoroti tantangan yang dihadapi industri ini, seperti kelangsungan usaha, pengembangan sumber daya manusia, kemitraan yang efektif, serta kebutuhan akan lingkungan regulasi yang mendukung.
Dalam acara konferensi pers Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024, Djoko mengungkapkan bahwa banyak perusahaan fintech yang terpaksa menghentikan operasionalnya akibat tata kelola yang lemah dan tantangan permodalan.
Menurutnya, investor saat ini cenderung kurang tertarik berinvestasi di sektor ini. Namun, ada harapan dari survei tahunan yang menunjukkan beberapa perusahaan fintech mulai merencanakan peningkatan eksposur investasi eksternal.
BACA JUGA:Mendorong Kemandirian, DPR RI Tekankan Penggunaan Produk Lokal dalam Pembangunan 3 Juta Rumah
BACA JUGA:Wamensos: Indonesia Miliki Landasan Kuat Laksankan Program Makan Bergizi Gratis
Djoko menjelaskan bahwa untuk memperkuat permodalan, perusahaan-perusahaan fintech harus mencari investasi dari berbagai sumber, termasuk angel investor dan joint ventures. Ia juga menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia yang kompeten dan siap menghadapi tantangan di era digital, mendorong mereka untuk memanfaatkan potensi bonus demografi yang ada.
Kolaborasi antar pemangku kepentingan juga menjadi kunci, melalui pendekatan Penta Helix Innovation Hub yang diusung dalam Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) 2024-2028. Dengan menghubungkan regulator, pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem yang lebih mendukung bagi inovasi di sektor fintech.
Namun, tantangan lain juga muncul, seperti keharusan penyelenggara P2P lending untuk memenuhi kewajiban ekuitas minimum. Data per Oktober 2024 menunjukkan bahwa 14 dari 97 penyelenggara belum memenuhi ketentuan tersebut, dengan 5 di antaranya sedang dalam proses pengajuan peningkatan modal.
OJK berupaya menegakkan ketentuan ini dengan mencabut izin usaha beberapa perusahaan yang tidak memenuhi standar, termasuk PT Investree Radhika Jaya dan PT Rindang Sejahtera Finance.
BACA JUGA:Strategi Menperin untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Atas 8 Persen
BACA JUGA:Erick Thohir: 7 BUMN yang Masih Tercatat Merugi, 40 Diantaranya Sudah Sehat
Dengan langkah-langkah ini, OJK bertujuan untuk menciptakan industri fintech yang lebih sehat, transparan, dan berintegritas, demi perlindungan nasabah dan keberlanjutan industri keuangan secara keseluruhan.(ant)