Dengan dua produk yang dihasilkan dari hilirisasi rumput laut, kini Usup menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 200 orang dan unit pengolahan produk kelautan dan perikanan berupa mi kristal dan biostimulan itu pun mampu meraup Rp7 miliar dalam setahun.
Siap memfasilitasi izin edar
BACA JUGA:Asa Pekerja Migran RI di Malaysia dari Kabinet Merah Putih
Mendengar keluhan dalam pengembangan biostimulan, dalam kunjungannya kala itu ke Karawang, Jawa Barat, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo mengungkapkan siap memfasilitasi Usup dan Koperasi Mina Agar Makmur untuk mendaftarkan izin edar biostimulan di Kementerian Pertanian.
Hal itu diperlukan untuk memberikan kepastian perlindungan bagi lingkungan, menjamin mutu, efektivitas, dan kepastian formula produk yang beredar.
“Izin edar, nanti biaya yang timbul dari sana akan kami bantu biayanya sebagai bagian dari dukungan konkret. Supaya izin edar bisa langsung diproses untuk umum ya, untuk izin Kementan dan izin yang akan didapat dari KKP,” ujar Budi.
Dengan mata berbinar, Usup lantas mengapresiasi upaya KKP yang berniat membantu memperlancar usaha koperasi itu. Terik sinar Matahari di tengah tambak itu pun menjadi saksi bisu atas kepastian edar produk biostimulan.
Adapun kehadiran KKP dalam mendukung pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan di kabupaten ini meliputi pembinaan hingga perizinan serta kolaborasi lintas lembaga. Lewat kolaborasi yang dijalin serta langkah nyata KKP dalam mendukung usaha berbasis rumput laut jenis gracillaria ini diharapkan mampu menarik investasi dan menggaet calon mitra bagi koperasi tersebut.
BACA JUGA:Memaknai Sekolah Berkualitas
Nilai ekonomi
Rumput laut merupakan komoditas yang memiliki beberapa keunggulan yang meliputi budi daya yang mudah dilakukan, modal relatif kecil, serta memiliki nilai ekonomi yang menjanjikan.
Beberapa jenis rumput laut yang dikembangkan di Indonesia meliputi euchema cottonii dan euchema spinosum yang merupakan penghasil karaginan; caulerpa sp sebagai penghasil senyawa bioaktif; gracillaria sp dan gelidium pengasil agar; sargassum penghasil alginat.
Sejumlah produk mampu dihasilkan dari rumput laut, mulai dari produk pangan hingga nonpangan. Secara global terdapat lima negara yang menjadi importir teratas pada 2022, yakni Uni Eropa dengan nilai 0,90 miliar dolar AS dengan pangsa pasar 24,3 persen, Tiongkok dengan nilai 0,80 miliar dolar AS dengan market share 21,8 persen, Amerika Serikat 0,35 miliar dolar AS dengan pangsa pasar 9,6 persen, Jepang sebesar 0,3 miliar dolar AS dengan pangsa pasar 8 persen, serta Rusia sebesar 0,17 miliar dolar AS dengan pangsa pasar 4,6 persen.
Indonesia pada 2022 tercatat hanya mampu memenuhi kebutuhan pasar global sebesar 0,61 miliar dolar AS dengan pangsa pasar sebesar 16,4 persen atau meningkat sebesar 42,5 persen secara tahun ke tahun atau year on year (yoy). Sementara pada peringkat pertama ditempati oleh Tiongkok dengan nilai ekspor mencapai 0,95 miliar dolar AS dengan pangsa pasar 25,7 persen atau meningkat sebesar 29,5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya (yoy).
BACA JUGA:Mewujudkan Swasembada Pangan
Pada tahun yang sama, Indonesia mampu mengekspor rumput laut sebesar 600,36 juta dolar AS atau meningkat 74 persen yoy dengan volume 253,68 ribu atau terjadi peningkatan sebesar 12, 4 persen serta CAGR sebesar 19,62 persen.
Capaian pada 2022 itu secara rinci terdiri atas 399,3 juta dolar AS rumput laut kering dan 187,1 juta dolar AS karaginan, serta 13,32 juta dolar AS berupa agar-agar.
Negara tujuan ekspor rumput laut asal Indonesia masih didominasi Tiongkok dengan nilai sebesar 422,6 juta dolar AS dengan pangsa 70,4 persen atau volume 205,36 juta ton, Uni Eropa 51,54 juta dolar AS dengan pangsa 8,58 persen, AS sebesar 20,72 juta dolar AS dengan pangsa 3,45 persen, ASEAN sebesar 19,62 juta dolar AS dengan pangsa 3,27 persen dan Korea Selatan senilai 16 juta dolar AS dengan pangsa 2,67 persen.