Pertama, integrasi perspektif gender dalam kebijakan ekonomi hijau. Pemerintah perlu mengarusutamakan perspektif gender dalam setiap kebijakan ekonomi hijau untuk memastikan bahwa perempuan mendapatkan manfaat yang setara.
Ini mencakup analisis gender yang mendalam untuk mengidentifikasi hambatan spesifik yang dihadapi perempuan, seperti akses terhadap modal dan teknologi hijau. Dengan melibatkan pakar gender dan menyediakan ruang diskusi dengan komunitas perempuan, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif.
Kedua, akses pelatihan dan pembiayaan inklusif bagi perempuan. Banyak perempuan memiliki potensi besar, tetapi sering terkendala oleh kurangnya akses terhadap pendidikan, pelatihan, dan modal untuk usaha hijau.
Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta dan lembaga pendidikan untuk menyediakan program pelatihan khusus yang mencakup keterampilan hijau di sektor strategis, seperti energi terbarukan dan agribisnis berkelanjutan.
BACA JUGA:Presiden Baru, Harapan Baru Menuju Indonesia Maju
Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa program pembiayaan hijau, seperti microfinance dan green bonds, dirancang agar perempuan dapat memperoleh manfaat dengan akses mudah dan insentif, seperti pengurangan pajak atau subsidi khusus bagi usaha hijau perempuan.
Ketiga, penguatan jaringan dan kepemimpinan perempuan di posisi strategis. Pemerintah harus mendorong penguatan jaringan perempuan melalui forum bisnis perempuan, koperasi hijau, hingga kelompok tani berkelanjutan. Jaringan ini berfungsi sebagai platform berbagi pengetahuan dan akses teknologi, memungkinkan perempuan untuk berkembang dalam ekonomi hijau.
Selain itu, dengan mempromosikan kebijakan yang mendorong perempuan untuk menempati posisi-posisi strategis dalam perusahaan swasta, BUMN, dan instansi-instansi lainnya akan memastikan bahwa perspektif ekonomi perempuan yang berorientasi pada komunitas dapat diakomodasi dalam pengambilan keputusan, serta meningkatkan partisipasi perempuan dalam kebijakan publik yang berkelanjutan.
Optimisme dan harapan
Harapan ini bukanlah hal yang utopis. Banyak negara telah membuktikan bahwa meningkatkan keterlibatan perempuan dalam ekonomi hijau membawa dampak positif bagi lingkungan dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Contohnya adalah negara-negara Skandinavia yang berhasil mendorong partisipasi perempuan dengan “massa kritis” dari setidaknya 30 persen perempuan di jajaran eksekutif memiliki dampak yang signifikan pada kinerja keberlanjutan.
BACA JUGA:Menunggu Implementasi 'Makan Siang Bergizi Gratis' Prabowo
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara ini dan mengadaptasinya sesuai dengan konteks lokal. Indonesia, dengan potensi perempuan yang sangat besar di berbagai sektor, dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain jika Pemerintah mampu memanfaatkan potensi ini melalui kebijakan yang inklusif dan mendukung.
Kabinet Merah Putih di bawah kepemimpinan Prabowo memiliki tugas besar untuk mewujudkan visi Indonesia yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan memprioritaskan keterlibatan perempuan dalam ekonomi hijau dan memastikan bahwa kebijakan pembangunan mempertimbangkan perspektif gender, Pemerintah dapat menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua pihak.
Ke depan, harapan tetap ada bahwa lebih banyak perempuan akan diberi ruang dalam pengambilan keputusan, tidak hanya di kabinet, tetapi di seluruh level dari swasta hingga publik. Dengan saling menggalakkan semangat gotong royong, membangun kebijakan yang inklusif, serta terus mendorong perempuan untuk mengambil peran penting dalam ekonomi hijau, Indonesia dapat menuju masa depan Indonesia yang lebih gemilang.
Memberdayakan perempuan dan memperkuat peran perempuan dalam tata kelola perekonomian adalah langkah penting untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan membangun masyarakat yang tangguh, yang dapat membuka jalan menuju masa depan yang lebih adil, setara, dan berkelanjutan bagi semua. (ant)
*) Amira Widya Damayanti
Direktur Pengembangan & Inovasi Bisnis PPI Dunia 2024/2025, Mahasiswi Magister Manajemen University of Melbourne