Merawat Masa Depan Bangsa Lewat Tata Kelola Data Pribadi yang Bijak

Senin 21 Oct 2024 - 21:13 WIB
Oleh: Livia Kristianti

Laporan itu menunjukkan bahwa indeks literasi soal keamanan digital yang dimiliki masyarakat Indonesia hanya hanya di angka 3,12. Angka tersebut lebih rendah dibanding indeks pilar literasi digital lainnya yaitu budaya digital dengan 3,84 poin, keterampilan digital 3,52 poin, dan etika digital 3,68 poin.

Itu artinya, kemampuan masyarakat untuk menggunakan teknologi dan konektivitas digital sudah lebih baik namun dalam hal memproteksi dirinya di dunia maya masyarakat Indonesia masih membutuhkan peningkatan.

Belum optimalnya kemampuan untuk menjaga diri di ruang digital khususnya terkait dengan melindungi data pribadi juga dapat terlihat dari beberapa tren media sosial yang pernah terjadi di Indonesia.

Masih ingat tiga tahun lalu, sempat ramai tren di media sosial yang berbagi nama panggilan kecil? Cukup banyak yang terlena dan mengikuti tren tersebut dan tahu-tahu setelah mengikuti tren itu esoknya mendapatkan pesan dari orang tak dikenal.

Rupanya pengirim pesan tak dikenal itu bisa menghubunginya bahkan membuat identitas yang mengaku-ngaku hanya berbekal informasi dari nama kecil yang disebar secara sukarela di media sosial tersebut.

BACA JUGA:Optimalisasi Pemanfaatan Dana Bagi Hasil untuk Kesetaraan Pembangunan

Ingat juga pernah ada tren NFT pada 2022 yang berisiko karena Ghozali Everyday? Saat itu karena tergiur kesuksesan Ghozali mendapatkan keuntungan dari konsistensinya mengunggah swafotonya di web3 tak sedikit masyarakat yang mengikuti langkah serupa.

Sayangnya tak sedikit yang berlebihan, tidak hanya mengunggah swafoto ada juga masyarakat yang dengan polosnya mengunggah identitas pribadi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan akhirnya disadari menjadi celah kerentanan penyalahgunaan data.

Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa artinya masyarakat Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pemahaman mengenai keamanan siber untuk menjaga data pribadinya di ruang digital.

Sebagai langkah awal, sebenarnya yang bisa dilakukan masyarakat agar bisa terlindungi adalah meliterasi diri sendiri. Dengan hadirnya konektivitas digital yang membuat banyak peluang, masyarakat bisa memanfaatkannya untuk mencari banyak edukasi di samping mencari konten penuh sensasi.

Ada banyak sumber edukasi terbuka dan bisa dipercaya dari perguruan-perguruan tinggi kenamaan untuk setidaknya menjadi dasar ilmu mengenai keamanan siber dan pentingnya pelindungan data pribadi.

BACA JUGA:Jalan Tengah, Upaya Damaikan Konflik Dunia

Salah satu yang bisa dijadikan rujukan dan mudah dicerna seperti "Modul Keamanan Digital" yang diterbitkan oleh Program Pendidikan Vokasi UI pada 2021.

Modul itu tersedia di ruang digital, bisa diakses dengan mudah dan diunduh untuk dipelajari masyarakat hanya dengan modal sedikit kapasitas data internet.

Di dalamnya masyarakat diajarkan untuk mengenal beragam serangan siber yang mengintai setiap harinya dan menargetkan masyarakat umum, contohnya mengenalkan apa itu scam atau penipuan berbasis pesan elektronik yang mengecoh dengan memanfaatkan empati. Ada juga pengenalan terhadap phising hingga hacking yang juga menjadi serangan siber yang kerap mengintai masyarakat.

Contoh sumber edukasi lainnya yang terbuka dan menyediakan informasi mengenai keamanan siber yang bisa dipercaya bisa berasal dari informasi yang disebarkan Pemerintah.

Kategori :