Menumbuhkan Kepercayaan Internasional di Tengah Krisis Global

Kamis 17 Oct 2024 - 21:48 WIB
Oleh: Katriana

BACA JUGA:Jalan Tengah, Upaya Damaikan Konflik Dunia

Dalam upaya penyelesaian krisis di Myanmar, para pemimpin ASEAN secara aklamasi mendukung Presiden Joko Widodo atas pengerahan tim bantuan kemanusiaan regional (AHA) Center dan Tim Pengawas ASEAN di Kotapraja Hseng, negara bagian Shan, Myanmar utara.

Seluruh negara mendorong implementasi Five-Point Consensus atas krisis Myanmar agar segera teratasi dengan solusi yang mengedepankan keadilan dan kedamaian.

Pada poin pengembangan ekosistem kendaraan listrik, para pemimpin ASEAN sepakat atas penggunaan kendaraan listrik. Kesepakatan itu dicapai sebagai bagian upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, percepatan transisi energi, dekarbonisasi sektor transportasi darat di wilayah Asia Tenggara, dan mencapai Net Zero Emission.

Selain itu, langkah tersebut juga dilakukan untuk meningkatkan ketahanan energi di setiap negara anggota ASEAN.

Selanjutnya, pada poin kesepakatan terkait konektivitas pembayaran, para pemimpin ASEAN sepakat untuk mulai menyiapkan peluang inovasi pembayaran digital lintas batas; dan mendorong penggunaan mata uang lokal untuk transaksi regional demi mendukung peran otoritas sektor keuangan.

BACA JUGA: AI dan Diskriminasi: Mengapa Algoritma Kecerdasan Buatan Bisa Berbahaya?

Sementara itu, pada poin terkait perlindungan bagi pekerja migran, para pemimpin juga sepakat untuk memberikan perlindungan bagi para pekerja migran dan membuat kebijakan untuk memasukkan bantuan bagi pekerja migran lintas area, khususnya perempuan dan keluarga yang sudah bertempat tinggal dengan mereka dalam situasi krisis.

Forum Air Sedunia (WWF) 2024

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam sebuah acara menyambut WWF pada 1 April menyebut bahwa berdasarkan hasil dari banyak analisa lembaga iklim dunia, kondisi iklim dan cuaca saat ini terus mengalami ketidakpastian, salah satunya akibat belum terkendalinya pembuangan gas rumah kaca CO2 di atmosfer.

Kondisi ketidakpastian tersebut mengakibatkan timbulnya cuaca ekstrem; baik kekeringan maupun hujan di atas kenormalan rata-rata yang dampaknya tidak hanya membuka peluang timbulnya degradasi sosial-kesehatan masyarakat tetapi juga mempengaruhi kondisi finansial atau ekonomi suatu negara.

Untuk itulah, agenda WWF digelar dengan banyak negara di dunia sebagai upaya untuk mengatasi dampak dari tantangan perubahan iklim.

BACA JUGA:Resesi 2025 di Depan Mata: Strategi Bertahan di Tengah Krisis

Adapun WWF yang digelar di Bali tersebut juga menghasilkan deklarasi tingkat menteri, dengan poin-poin kesepakatan yang mencakup langkah untuk menjaga dan menggunakan sumber air secara berkelanjutan; mengajukan Hari Danau Sedunia; dan mengajukan Center of Excellence Water and Climate Resilience di Asia Pasifik.

Selanjutnya juga disepakati langkah untuk memperkuat kapabilitas pemangku kepentingan dalam akses air bersih dan sanitasi; memperkuat akses air bersih dan sanitasi bagi semua orang; memberdayakan perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas dan masyarakat lokal dalam mengatasi persoalan air; serta memperkuat pengurangan risiko bencana.

Para delegasi juga sepakat untuk meningkatkan upaya dalam menghadapi tantangan di bidang energi, keamanan pangan, kemiskinan dan migrasi; meningkatkan pendidikan, inovasi, penelitian dan transfer teknologi di sektor air, serta membuat rencana aksi, khususnya terkait pendanaan menghadapi perubahan iklim.

HLF-MSP/IAF

Sementara itu, sebagai upaya untuk meningkatkan kerja sama pembangunan dengan negara-negara Afrika, Indonesia juga menyelenggarakan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak/Forum Indonesia-Afrika (HLF-MSP/IAF) yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 1-3 September 2024.

Kategori :