Melestarikan Bahasa Sentani dari Sekolah

Kamis 26 Sep 2024 - 21:19 WIB
Oleh: Yudhi Efendi

Pada tahap awal, pendidikan Bahasa Sentani diperkenalkan untuk kata-kata dasar dan mudah yang bisa dipraktikkan di keseharian, seperti "rene foi" (selamat pagi), "rai foi" (selamat siang), "huwe rai foi" (selamat sore), "huwe foi" (selamat malam), "onomi fokha" (salam sejahtera), dan "helem foi" (terima kasih).

BACA JUGA:Gus Dur dan puncak intelektualitas NU

Beberapa siswa di sekolah itu tampak berbicara menggunakan Bahasa Sentani. Beberapa dari mereka terlihat sudah lancar dan beberapa yang lainnya masih tertatih-tatih. Meskipun demikian, tidak ada saling mengejek, melainkan saling membetulkan dan memberi tahu jika ada yang kurang tepat menggunakan kata tertentu.

Tidak hanya berkomunikasi, pada saat upacara bendera, pengucapan teks Pancasila dilafalkan dengan menggunakan bahasa daerah Sentani, yakni "Arai hubalo mam ro" (Ketuhanan Yang Maha Esa), "Ro miyea wali na mam ne nekhemande" (Kemanusiaan yang adil dan beradab), "Nda khani na Nembainye nekhemande" (Persatuan Indonesia), "Wali nembainye nekhemande ubhene foi hayemale riya mbai kobouw mbainye nekhemale" (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan) dan "U foi wa foi rikei hakhoi nda ro miyea nemene mokhomamile" (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).

Mengenai pembacaan teks Pancasila dalam bahasa daerah, diyakini memiliki dua manfaat yang satu sama lain saling melengkapi, yakni penanaman nilai-nilai kebangsaan yang di dalamnya juga menghargai perbedaan, termasuk penggunaan dan upaya pelestarian bahasa ibu.

Sekolah adat

BACA JUGA:Menggapai Kesembuhan Penglihatan Lewat Operasi Katarak Gratis Kemensos

Terkait upaya pelestarian bahasa daerah, Pemerintah Kabupaten Jayapura memiliki program Sekolah Adat Negeri Papua yang didirikan pada 2017. Lewat program itu, pemerintah daerah berupaya mengimplementasikan Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Intinya, menurut Direktur Sekolah Adat Negeri Papua Origenes Monim, lembaga itu berupaya menanamkan nilai-nilai kewarganegaraan, kebangsaan yang baik bagi generasi muda di Papua untuk lebih mengenal Pancasila sebagai dasar bernegara dalam konteks budaya.

Lewat program ini generasi muda Papua dapat memahami wawasan kebangsaan dari sisi kedaerahan, sehingga nilai-nilai luhur Pancasila dapat menjadi pegangan bersama untuk mewarnai kehidupan berbangsa secara rukun, damai, dan sejahtera.

Pelajaran muatan lokal untuk di 54 SD, 30 SMP dan 15 SMA/SMK Kabupaten Jayapura dikelola dan digerakkan oleh Sekolah Adat Negeri Papua. Para guru yang diutus oleh masing-masing sekolah dididik mendalami Bahasa Sentani di Sekolah Adat Negeri Papua dan setelah dinyatakan lulus, para guru kembali ke sekolah untuk mendidik siswanya.

BACA JUGA:APBN 2025 Berdayakan Indonesia Keluar dari 'Middle Income Trap'

Di masing-masing sekolah, para siswa mengikuti pelajaran Bahasa Sentani, selama dua jam pelajaran di setiap pertemuan.

Para siswa di sekolah-sekolah tersebut diberikan pemahaman terkait Bahasa Sentani dalam percakapan sehari-hari dan dibuktikan sangat efektif.

Selain bahasa daerah, Sekolah Adat Negeri Papua juga tengah menyusun program pendidikan muatan lokal dengan konten mengenai hubungan kekerabatan yang pengantarnya juga menggunakan Bahasa Sentani. Nilai yang ditanamkan lewat pelajaran hubungan kekerabatan itu juga merupakan implementasi dari nilai-nilai Pancasila. (ant)

Oleh Yudhi Efendi

Kategori :