Calon Tunggal Tidak Mengurangi Makna Demokratis Pilkada

Senin 16 Sep 2024 - 20:41 WIB
Oleh: Vicki Febrianto/A Malik Ibrahi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah mencatat ada 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau disebut calon tunggal pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

Total 41 daerah itu, terdiri dari satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota. Artinya pasangan-pasangan yang ada tersebut akan melawan "kotak kosong" dalam istilah demokrasi kekinian.

Tidak adanya lawan pada pelaksanaan Pilkada serentak 2024 telah memunculkan banyak asumsi dari pengamat dan akademisi. Hal itu wajar terjadi, karena dinamika dari setiap kejadian yang ada selalu menimbulkan makna-makna bias serta subjektivitas yang bersifat sementara.

Ada yang berpendapat, munculnya calon tunggal disebabkan kemunduran demokrasi di sejumlah daerah, sehingga menyalahkan partai politik yang gagal memunculkan tokoh untuk berkompetisi dalam pilkada.

BACA JUGA:Belajar Penanggulangan Stunting dari Lombok Timur

Ada pula yang menyebut munculnya kotak kosong dikarenakan ongkos politik yang mahal dalam mengikuti kontestasi pilkada, sehingga perlu modal besar untuk ikut dalam kompetisi tersebut.

Meskipun demikian, ada atau tidaknya lawan salah satu calon di satu daerah perlu disikapi dengan bijak, karena daerah-daerah di Indonesia selalu memiliki sisi keunikan tersendiri dalam menyikapi dinamika politik, budaya, serta peristiwa.

Kita tetap yakin dan optimistis bahwa keberadaan calon tunggal melawan kotak kosong di sebuah daerah akan memunculkan solusi-solusi kreatif.

Dari fenomena ini, di obrolan santai warung-warung kopi muncul gurauan (guyonan), yakni mungkin saja pemangku kebijakan lokal akan mengganti kotak kosong itu dengan kotak amal, kotak saran, atau kotak-kotak lainnya, sehingga tidak akan mubazir.

Keberadaan calon tunggal pada pilkada sebenarnya juga sudah terbiasa terjadi, sebab pada beberapa pemilihan kepala desa juga ada hal demikian, dan biasa disebut dengan melawan "bumbung kosong".

BACA JUGA:Layanan Paylater Bertumbuh Ditengah Penurunan Daya Beli

Selain itu, keberadaan calon tunggal ini sebagai bentuk kejujuran partai politik (parpol) kepada publik bahwa parpol tidak basa basi dengan berusaha memunculkan pasangan calon yang asal-asalan, supaya si calon tunggal terlihat ada lawannya.

Calon tunggal yang muncul juga bisa diasumsikan bahwa masyarakat di daerah tersebut sudah percaya dan yakin pada pemimpin mereka sebelumnya, termasuk dengan pembangunan yang telah ditorehkan oleh pemimpin itu selama ini, terbukti mayoritas calon tunggal yang ada dan melawan kotak kosong tersebut adalah petahana.

Artinya, pemimpin-pemimpin saat ini telah mampu mengakomodir kepentingan masyarakatnya, sehingga bangsa ini secara keseluruhan telah mengalami kemajuan dalam hal kepemimpinan. Dengan kata lain, calon tunggal ini tidak mengurangi makna demokrasi karena pemilih tetap memiliki pilihan lain di luar calon yang tampil.

Kita mengetahui bahwa tidak ada pemimpin di manapun yang sempurna. Setidaknya dengan munculnya calon tunggal pada pilkada tidak lantas membuat si calon jumawa dan optimistis melenggang menang dalam kompetisi pilkada, sebab masyarakat Indonesia saat ini pun semakin cerdas dalam berpolitik.

Kategori :