BELITONGEKSPRES.COM - Menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bank Indonesia (BI) harus segera mempertimbangkan pemangkasan suku bunga acuan atau BI-Rate. Saat ini, suku bunga acuan BI berada di level 6,25 persen, yang dianggap cukup tinggi, terutama mengingat kondisi ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Dalam diskusi virtual yang dipantau di Jakarta pada Kamis, Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto, menegaskan pentingnya penurunan suku bunga di tengah perubahan kondisi global yang semakin membaik.
"Ekspektasi pemerintah bahwa perekonomian akan pulih harus ditindaklanjuti dengan kebijakan yang mendukung, seperti penurunan suku bunga. Sektor riil membutuhkan sinyal relaksasi moneter untuk mulai ekspansi," ujar Eko. Ia menambahkan bahwa meskipun kebijakan makroprudensial telah diterapkan, sinyal nyata dari relaksasi moneter BI masih diperlukan untuk memberikan kepastian bagi sektor riil.
Indef mencatat tiga alasan utama mendesak penurunan suku bunga. Pertama, sektor riil membutuhkan dorongan untuk melakukan ekspansi. Kedua, adanya risiko perlambatan ekonomi yang signifikan, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2024 mungkin turun di bawah 5 persen, setelah melambat dari 5,1 persen pada triwulan I-2024.
BACA JUGA:Pemerintah Tambah Insentif PPN DTP 100 Persen untuk Rumah hingga Desember 2024
BACA JUGA:Pesawat Jet Berpenumpang Mendarat Perdana di Bandara IKN, Menhub Puji Kesiapan Infrastruktur
"Jika tidak ditangani, perlambatan ini dapat mempengaruhi optimism pasar. Penurunan suku bunga bisa menjadi langkah untuk mengangkat kembali ekonomi," jelas Eko.
Ketiga, menghadapi transisi kepemimpinan dengan harapan perekonomian yang positif. Biasanya, masa transisi pemerintahan diharapkan dapat memperlihatkan kinerja ekonomi yang baik. Tanpa langkah-langkah yang tepat, potensi kinerja positif ini bisa cepat memudar dan mengurangi optimisme pelaku pasar.
Di sisi global, beberapa indikator mendukung kemungkinan penurunan suku bunga, seperti penurunan inflasi di Amerika Serikat yang meningkatkan peluang penurunan suku bunga The Fed. Selain itu, tensi geopolitik yang lebih stabil dan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta peningkatan cadangan devisa menjadi faktor positif lainnya.
Eko mengingatkan, "Kondisi ekonomi saat ini memberikan sinyal positif. BI tidak boleh terlalu lama menunggu untuk menyesuaikan kebijakan suku bunga."
BACA JUGA:Dukung Net Zero Emission 2060, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT Melalui Nusantara Control Center
BACA JUGA:PPN Naik Jadi 12 Persen: Apa Dampaknya bagi Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi?
Dalam Rapat Dewan Gubernur BI bulan Agustus 2024, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan pada 6,25 persen merupakan langkah pre-emptive untuk menjaga inflasi tetap dalam target yang ditetapkan dan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah. (ant)