Kasus Korupsi Proyek PT Timah, Kejati Babel Tahan 1 Tersangka Baru

Kamis 04 Jan 2024 - 22:28 WIB
Editor : Yudiansyah

Namun, terdapat fakta mengejutkan bahwa proyek ini, dengan biaya sekitar Rp 100 miliar, hanya membangun washing plant tanpa melibatkan pembangunan CSD yang seharusnya menjadi bagian integral dari eksplorasi ini.

Masalahnya tidak hanya sebatas itu; rupanya, pengadaan mesin washing plant dilakukan melalui perakitan, bukan pembelian built-up yang melibatkan lelang dan pihak ketiga. Proses perakitan ini dilakukan oleh bagian logistik PT Timah.

Lebih memprihatinkan, mesin-mesin tersebut ternyata tidak mampu beroperasi secara normal. Dengan kata lain, seringkali mengalami kerusakan yang menghambat operasional kerja eksplorasi. Diduga kuat bahwa pengadaan mesin proyek tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.

Tidak hanya sampai di situ, masalah ini semakin diperparah karena hasil eksplorasi pasir timah ternyata tidak sesuai dengan harapan. Pada awalnya, PT Timah mengklaim bahwa kandungan pasir timah mencapai jutaan ton berdasarkan hasil visibility.

Namun, kenyataannya hasil yang diperoleh jauh dari ekspektasi. Singkatnya, PT Timah mengalami kerugian dalam eksplorasi di Tanjung Gunung karena hasil visibility tersebut tidak dapat terpenuhi.

Informasi bocoran dari internal penyidik mengungkapkan bahwa mesin-mesin tersebut mengalami masalah sehingga tidak dapat beroperasi dengan baik. Namun, yang mengejutkan adalah bahwa meskipun mesin bermasalah, pada tahun 2018 terjadi serah terima hasil proyek antara kepala logistik dan kepala produksi darat, yang pada saat itu dijabat oleh pejabat berinisial Su.

“Kesannya dari serah terima itu seolah-olah proyek itu baik-baik saja dan layak untuk dioperasikan. Namun, kenyataannya tidak demikian,” ungkap sumber.

Kondisi proyek saat ini disebut lebih parah lagi, terutama pada mesin-mesin di washing plant yang kini hilang tanpa jejak. "Pada dasarnya, mesin-mesin dan pengadaannya memiliki berbagai masalah. Semua mesin diangkut entah ke mana," kata sumber tersebut.

Bocoran harian menunjukkan bahwa bagian-bagian mesin tersebar di berbagai tempat, seperti Belitung, Belinyu, hingga Muntok. Singkatnya, proyek CSD Tanjung Gunung sekarang tidak lagi beroperasi sama sekali.

Wartawan Babel Pos bahkan mendapat informasi dari sumber bahwa modus-modus dan praktik curang dalam logistik seperti ini sudah lama terjadi dan seringkali berulang di perusahaan plat merah tersebut.

"Pengadaan dengan modus-modus assembling seharusnya tidak boleh terjadi. Seharusnya harus melalui lelang karena harga mesin pertambangan itu di atas Rp 500 juta. Namun, karena ada niat tidak baik, pengadaannya dilakukan melalui assembling atau membeli bagian-bagian lalu merakit sendiri," ungkapnya.

"Pembelian bagian-bagian mesin tersebut untuk dirakit sendiri sudah ada pihak langganan khususnya. Jadi, bagian logistik tinggal memesan secara rutin," tambah sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Kategori :