Relatif lebih rendahnya minat investor untuk membeli surat utang jangka pendek Pemerintah kemungkinan merefleksikan kekhawatiran investor akan kondisi perekonomian Indonesia di jangka pendek menyusul munculnya ketidakpastian terkait belanja publik pada tahun depan dan potensi menurunnya disiplin fiskal oleh Pemerintah mendatang.
Selanjutnya, arus modal masuk cenderung membawa dampak baik ke Indonesia dengan turunnya tekanan pada rupiah. Dengan indeks dolar AS (DXY) yang turun ke titik terendahnya selama 3 pekan terakhir, rupiah mengalami apresiasi yang cukup signifikan.
BACA JUGA:Pergerakan Sesar Cimandiri Isyaratkan Pentingnya Mitigasi Bencana
BACA JUGA:Memantapkan Tonggak Transisi Ibu Kota Negara dari Persiapan HUT RI
Rupiah saat ini tercatat sekitar Rp16.110 per dolar AS, menguat sekitar 2,23 persen dalam sebulan terakhir. Sejak awal tahun, rupiah tercatat melemah sebesar 4,65 persen year to date (ytd), termasuk peso Argentina, lira Turki, peso Filipina, dan baht Thailand.
Di sisi lain, Indonesia mencatatkan cadangan devisa yang meningkat sekitar 1,2 miliar dolar AS, dari 138,97 miliar dolar AS di Mei ke 130,18 miliar dolar AS di Juni 2024.
Peningkatan cadangan devisa tersebut memberikan penyangga terhadap tekanan mata uang sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam menjaga stabilitas rupiah dari tekanan eksternal.
Meningkatnya cadangan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah menyusul kebutuhan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah pada bulan lalu.
Dengan demikian, posisi cadangan devisa Indonesia pada Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta jauh lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yaitu sebesar 3 bulan impor.
BACA JUGA:Melawan Hoaks Lewat Filsafat Sebagai Filter Berpikir Rasional
BACA JUGA:Memeriahkan Semangat Stepa di World Nomad Games
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan peningkatan suku bunga global dibarengi dengan fluktuasi nilai tukar dapat mengakibatkan mahalnya biaya dana dari luar negeri bagi korporasi sehingga meningkatkan daya tarik kredit perbankan domestik bagi korporasi domestik.
Hal tersebut dapat mendorong pertumbuhan kredit perbankan Indonesia, terutama untuk kredit produktif.
Pada Mei 2024, kredit perbankan tumbuh tinggi sebesar 12,15 persen secara year on year (yoy), didorong oleh pertumbuhan kredit di sebagian besar sektor ekonomi, terutama perdagangan, industri, dan jasa dunia usaha. Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh kinerja korporasi dan rumah tangga yang baik.
Di samping itu, Bank Indonesia (BI) terus melakukan peningkatan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF), dan surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
BI juga memperkuat strategi transaksi term-repo SBN dan swap valas yang kompetitif guna menjaga kecukupan likuiditas perbankan.