PANGKALPINANG, BELITONGEKSPRES.COM - Kasus korupsi tata niaga komoditas timah telah berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Babel melaporkan adanya PHK besar-besaran ribuan pekerja akibat dampak kasus korupsi timah yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung)
Menurut data yang disampaikan oleh Disnaker Babel, hingga Mei 2024, sebanyak 1.329 pekerja telah di-PHK oleh perusahaan-perusahaan tambang timah yang pemiliknya saat ini tengah menjalani proses hukum.
Agus Afandi, selaku Kabid Pengawasan Hubungan Industri (HI) dan Jamsos Disnaker Babel, menyatakan bahwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah ini berdampak pada 16 perusahaan di wilayah tersebut.
BACA JUGA:Tren PHK Massal Bisnis E-commerce di Indonesia, idEA Optimis akan Tetap Stabil
BACA JUGA:450 Karyawan Terimbas PHK Usai Merger Tokopedia dan TikTok Shop, Ini Penyebabnya
"Sejak awal tahun hingga bulan Mei 2024, jumlah pekerja yang di-PHK oleh 16 perusahaan tersebut mencapai 1.329 orang," ujar Agus Afandi, di Pangkalpinang, Jumat 28 Juni 2024.
PHK massal ini tersebar di berbagai daerah di Provinsi Kepulauan Babel, meliputi Kabupaten Bangka, Bangka Tengah, Bangka Barat, Bangka Selatan, Belitung, Belitung Timur, dan Kota Pangkalpinang.
Sementara itu, jumlah pekerja yang telah dirumahkan oleh perusahaan-perusahaan itu mencapai 113 orang. Sedangkan pekerja yang masih dalam proses PHK berjumlah 23 orang.
Menurut Agus Afandi, PHK pekerja di Bangka Belitung ini hanya terjadi di perusahaan yang terlibat dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang sedang ditangani Jampidsus Kejagung. "Sedangkan perusahaan lainnya tidak ada," katanya.
BACA JUGA:PHK Massal Bertahap di Bangka Belitung, Smelter dan Sawit Terpuruk
BACA JUGA:Solusi Pj Gubernur Sulit, Dua Pabrik Kelapa Sawit Tetap PHK 600 Karyawan!
Ia menyatakan, kasus PHK pekerja di Babel umumnya terjadi di sektor pertambangan bukan karena kondisi perekonomian global yang lemah, melainkan akibat dari kasus korupsi timah tersebut.
"Sebagian pekerja yang di-PHK ini sudah menerima haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku, sementara sebagian lainnya belum," ujar Agus Afandi.
Dia menambahkan, pekerja yang belum menerima haknya ini disebabkan oleh aset perusahaan yang tidak beroperasi atau masih dalam proses hukum di Kejaksaan Agung.