BELITONGEKSPRES.COM - Kontroversi seputar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) telah menjadi sorotan menjelang awal tahun ajaran 2024/2025 di Indonesia. Saat ini, proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tengah berlangsung di beragam tingkatan pendidikan, mulai dari TK hingga perguruan tinggi.
Tahun ajaran baru ini disoroti oleh perdebatan seputar kebijakan UKT di beberapa PTN. Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri), dan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan adalah beberapa di antara PTN yang menjadi fokus polemik terkait UKT pada tahun ajaran baru ini.
Kenaikan tarif UKT di beberapa PTN telah menjadi beban berat bagi orang tua, terutama di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Banyak dari mereka harus bekerja keras untuk memenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka. Kenaikan ini juga mengancam akses pendidikan tinggi bagi calon mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu.
Meskipun Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandarie, membantah adanya kenaikan tarif UKT, namun ia menegaskan bahwa ada penambahan kelompok UKT. Menurutnya, hal ini bukanlah kenaikan UKT secara substansial, melainkan penambahan kelompok UKT.
BACA JUGA:Bukan di Babel, Alasan Pabrik Timah 400 Miliar Dibangun di Batam
BACA JUGA:Solusi Pj Gubernur Sulit, Dua Pabrik Kelapa Sawit Tetap PHK 600 Karyawan!
Meskipun Pemerintah telah mengalokasikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), namun bantuan tersebut belum mampu menutupi seluruh biaya operasional atau setara dengan biaya kuliah tunggal (BKT). Akibatnya, pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa sepenuhnya disubsidi seperti di beberapa negara lain. Sebagai gantinya, biaya pendidikan tinggi kemudian ditanggung oleh masing-masing mahasiswa melalui UKT.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim telah menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek melalui Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024. Dalam peraturan tersebut, PTN diwajibkan menetapkan tarif UKT Kelompok 1 dan 2. Tarif untuk Kelompok UKT 1 adalah Rp500 ribu, sedangkan untuk UKT 2 adalah Rp1 juta.
Kebijakan ini juga memungkinkan PTN untuk menetapkan tarif UKT di luar besaran BKT pada setiap program studi untuk mahasiswa dengan kriteria tertentu. Namun, penetapan tarif UKT dilakukan setelah mendapat persetujuan dari kementerian atau setelah berkonsultasi dengan kementerian bagi PTN Badan Hukum.
Selain itu, Pasal 12 Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 menyebutkan bahwa setidaknya 20 persen dari seluruh mahasiswa baru yang diterima oleh PTN setiap tahun harus berasal dari keluarga kurang mampu, yang akan dikenai tarif UKT Kelompok I dan II atau menerima beasiswa.
BACA JUGA:Polda Babel Gagalkan Berhasil Penyelundupan Benih Lobster, Total Senilai 35 Miliar
BACA JUGA:Cegah Investasi Bodong, Pemprov Babel Edukasi Pasar Modal bagi ASN
Protes mahasiswa terhadap kenaikan UKT menjadi sorotan, di mana di Universitas Soedirman (Unsoed), misalnya, mahasiswa protes karena kenaikan biaya kuliah yang mencapai lima kali lipat. Protes tersebut semakin diperkeruh oleh respons dari pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, menekankan bahwa pendidikan tinggi merupakan pilihan yang tidak termasuk dalam wajib belajar 12 tahun.
Oleh karena itu, pemerintah tidak mengutamakan pendanaan bagi perguruan tinggi. Kontroversi seputar UKT menunjukkan kompleksitas dalam menjaga aksesibilitas pendidikan tinggi bagi semua kalangan di Indonesia.