Adaptasi Drainase Kota Kuno untuk Atasi Banjir Bekasi

Rabu 05 Mar 2025 - 21:37 WIB
Oleh: Hanni Sofia

Meskipun Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung telah meminta jajarannya untuk terus melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) sebagai salah upaya mengatasi banjir di Ibu Kota dan sekitarnya. Boleh jadi hal itu memang akan membantu menjadi solusi jangka pendek.

BACA JUGA:Kurma, Nilai Spiritual dan Potensi Ekonomi

Tetapi ke depan yang harus diubah adalah tata cara dalam memperlakukan tata kota. Karena, banjir yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir bukan sekadar fenomena alam, tetapi konsekuensi dari tata kota yang perlu untuk segera menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Bertahun-tahun, kawasan Jabodetabek ini tumbuh pesat sebagai daerah urban, tetapi perencanaannya dituntut untuk lebih mempertimbangkan daya tampung ekologis.

Sebagai wilayah yang mengalami banjir terparah tahun ini, Bekasi sebenarnya bukan satu-satunya kota yang mengalami hal ini. Sebagai kota penyangga, wilayah ini berperan penting dalam sistem metropolitan Jabodetabek.

Namun, tanpa perencanaan yang baik, beban yang harus ditanggung Bekasi akan semakin berat. Jakarta sendiri sudah kewalahan menangani urbanisasi, sementara Bekasi jangan sampai dibiarkan tumbuh dengan pola yang tidak terkendali.

Kalau tanpa kontrol, ruang terbuka hijau bisa semakin menyusut, saluran air tidak mampu mengimbangi curah hujan, dan banjir menjadi langganan tahunan.

BACA JUGA:Pentingnya Rekening Emas di Bullion Bank

Dari sisi tata kota, beberapa kota dunia bisa menjadi contoh. Tokyo, misalnya, memiliki sistem drainase bawah tanah yang mampu menampung limpahan air hujan sebelum dibuang ke sungai.

Kota-kota di Belanda juga menerapkan konsep polder yang bisa mengendalikan genangan tanpa merusak ekosistem sekitarnya.

Bahkan di Singapura, pemerintah memastikan setiap proyek pembangunan memiliki perhitungan mitigasi banjir. Indonesia, seharusnya, bisa belajar dari mereka.

Perlunya ketegasan

Namun, masalah tata kota khususnya di Bekasi bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga kebijakan yang harus tegas dan tidak setengah hati.

Misalnya dalam hal izin pembangunan kawasan permukiman yang harus diberikan dengan memperhitungkan kapasitas drainase.

BACA JUGA:Mengatasi Jerat Yolo dengan Strategi Yono

Daerah resapan air jangan begitu saja dibiarkan berubah menjadi kawasan perumahan, sementara jalur air semakin menyempit karena pembangunan yang serampangan.

Hal ini akan menyebabkan saat hujan deras turun, air tak punya tempat untuk pergi selain meluap ke jalanan dan permukiman warga.

Kategori :