Cerita peradaban di Lembah Sungai Indus adalah refleksi tentang betapa tata kota dan pengelolaan air telah berkembang sedemikian maju bahkan sejak 2600-1900 Sebelum Masehi (SM)
Di dalamnya ada Kota Mohenjo-Daro dan Harappa, di wilayah yang sekarang menjadi Pakistan dan India, yang dirancang sebagai kota dengan sistem drainase bawah tanah yang canggih.
Setiap rumah memiliki akses ke saluran air yang terhubung ke sistem drainase utama, yang dirancang untuk membawa air hujan dan limbah ke tempat pembuangan yang aman. Mereka juga membangun sumur umum dan bak penampungan yang memastikan ketersediaan air bersih tanpa menyebabkan genangan.
Sejarah mencatat peradaban-peradaban kuno memang banyak yang telah memiliki tata kota dengan sistem drainase sangat maju.
Seperti memberikan inspirasi bahkan ribuan tahun lalu sekalipun, masyarakatnya sudah memahami pentingnya pengelolaan air agar kota tetap layak huni.
BACA JUGA:Menanti Lahirnya Kepala Daerah Peduli Penyiaran
Tak hanya Mohenjo-Daro dan Harapa, Eropa termasuk kota-kotanya, Amsterdam, Roma, hingga Venesia banyak dikenal sebagai bangsa pengendali air.
Bangsa Romawi membangun Cloaca Maxima, saluran drainase raksasa yang hingga kini masih berfungsi. Bahkan Belanda, negeri yang nyaris ditelan laut, mampu menaklukkan air dengan kanal dan sistem polder yang cermat.
Belanda juga sempat menerapkan sistem kanal yang luar biasa saat membangun Batavia. Ironisnya, meskipun warisan keahlian pengelolaan air itu pernah diterapkan di Indonesia, kota-kota modern di tanah air saat ini justru seakan lupa bagaimana menghadapi air yang melimpah.
Bekasi misalnya, kota penyangga Jakarta ini, kini sedang diterpa banjir. Tahun ini disebut lebih parah dari sebelumnya, bukan hanya genangan, tetapi luapan yang menelan jalanan berikut kendaraan, merendam rumah hingga langit-langit atap, bahkan menyesakkan stasiun kereta sampai layanannya terpaksa lumpuh.
BACA JUGA:Deflasi Indonesia Pertama dalam 25 Tahun Terakhir, Apa Artinya?
Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Wamen PU) Diana Kusumastuti harus diapresiasi karena memiliki tekad untuk memprioritaskan pembenahan infrastruktur agar bencana banjir yang terjadi di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek) bisa tertangani dengan baik dan tidak terulang di masa mendatang.
Diana menyebutkan salah satu langkah pembenahan yang perlu dilakukan ialah pengerukan sedimentasi di jalur sungai yang dikerjakan usai banjir surut.
Ke depannya apabila kondisi banjir telah surut maka Kementerian PU akan segera melakukan pembenahan infrastruktur sehingga jalur air dari sungai yang menampung banjir dapat lebih optimal.
Penataan wilayah
Negeri ini memang tidak bisa terus-menerus berharap bahwa cuaca akan berubah, bahwa air akan mencari jalannya sendiri tanpa menenggelamkan apa yang ada.