Memelihara lingkungan, menurut dia, sama artinya memastikan kehidupan yang baik bagi anak cucu.
Konsistensi masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik menjaga hutan adat, membuat komunitas ini meraih penghargaan nasional dan internasional.
Penghargaan terakhir yang diterima Apay Janggut sebagai tokoh pelestari hutan Sungai Utik adalah Gulbenkian Prize for Humanity dari Yayasan Calouste Portugal pada Juli 2023.
Pada 2020 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan Hutan Adat Menua Sungai Utik masyarakat hukum adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Ketemenggungan Jalai Lintang seluas 9.480 hektare (ha).
BACA JUGA:Langkah hijau SMI pacu pemanfaatan energi Matahari
BACA JUGA:Mengintip Peradaban Buddha Abad ke-7 dari KCBN Muaro Jambi
Masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik mengatur hutan mereka menurut hukum adat. Dari bentang hutan adat itu, seluas 6.000 ha sebagai hutan lindung dan seluas 3.480 ha untuk lahan bercocok tanam dengan sistem rotasi tradisional.
Pembagian kawasan hutan menurut hukum adat Dayak Iban terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu kampung taroh, yakni kawasan hutan yang tidak boleh diladangi, tidak boleh diambil kayunya. Lokasinya terletak jauh ke hulu di sebelah utara rumah betang.
Kedua adalah kampung galan, yaitu kawasan hutan produksi terbatas di mana masyarakat dapat mengambil tanaman obat-obatan, kayu bakar, kayu pembuat sampan dengan pengawasan adat yang ketat lengkap dengan sanksinya. Hak pemanfaatan hanya bagi masyarakat kampung setempat.
Ketiga yaitu kampung embor kerja, yaitu kawasan produksi berkelanjutan yang dikelola dengan prinsip keadilan dan kelestarian menurut (hukum) adat setempat.
Di kawasan ini terdapat pula tanah mali dan tanah bertuah yang tidak dijadikan kawasan produksi sehingga masyarakat kampung menghindari penebangan kayu pada kawasan kawasan tersebut. Tanah mali dan bertuah dalam kawasan ini hanya dijadikan sumber bibit kayu dan tumbuhan lainnya. Pohon di bawah diameter 30 cm harus dibiarkan dan tidak diganggu.
Sistem tata kelola ini menghasilkan makanan, obat-obatan, bahan baku untuk menenun, menganyam, hingga air bersih untuk keperluan warga secara berkelanjutan.(*)
*) Oleh: Helti Marini S