Pendekatan pragmatis Mu'ti memang adaptif, tetapi pertanyaannya, apakah bangsa ini siap mengorbankan sisi kemanusiaan dan spiritualitas demi kemajuan akademis yang tanpa henti?
BACA JUGA:Mengenal Alat Musik Migran di Pulau Belitong
Bisakah pendidikan karakter dan pendidikan akademik benar-benar terpisah? Jawaban atas pertanyaan ini mungkin akan menentukan arah pendidikan Indonesia ke depan.
Sebagai bangsa yang kaya akan keberagaman, negeri ini harus bijaksana dalam merumuskan kebijakan pendidikan.
Apa yang cocok untuk sebagian siswa, mungkin tidak berlaku bagi yang lain. Penyesuaian yang ditawarkan Mu'ti memang praktis, tetapi apakah itu cukup untuk memberi ruang bagi pendidikan yang menyeluruh? Pendidikan yang menilai siswa tidak hanya berdasarkan nilai ujian, tetapi juga berdasarkan integritas, kedewasaan, dan kualitas kemanusiaan mereka?
Pada akhirnya, perdebatan ini bukan hanya soal kebijakan yang tepat, tetapi juga soal pandangan kita terhadap masa depan.
Gus Dur dan Abdul Mu'ti, meski dengan perspektif yang berbeda, memberikan negeri ini pilihan, apakah ingin mencetak generasi yang siap bersaing di kancah global, atau mendidik anak-anak kita untuk menjadi individu yang berkarakter, penuh kasih, dan siap menghadapi dunia dengan nilai-nilai luhur?
Yang pasti, pendidikan lebih dari sekadar ujian, angka, dan kompetisi. Ia adalah tentang membentuk generasi yang cerdas dalam berbagai aspek, akademis, sosial, dan spiritual.
BACA JUGA:Menunggu Pembuktian Patrick Kluivert di Bulan Maret
Seperti yang pernah dikatakan Gus Dur, "Pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang mengajarkan kita untuk peduli, bukan hanya tahu." Itulah pelajaran penting yang harus terus kita ingat di tengah perubahan zaman.
Jalan Tengah
Ramadhan adalah bulan penuh makna bagi umat Muslim, saat Ramadhan adalah waktu untuk refleksi, peningkatan ibadah, dan kedekatan dengan Tuhan.
Namun, di tengah tuntutan dunia modern, sering kali banyak yang terjebak dalam kontradiksi yang menguji kesabaran.
Gus Dur, melalui kebijakan libur sekolah selama Ramadhan, memberikan ruang bagi anak-anak untuk menyelami nilai-nilai agama.
Keputusan ini, meskipun kontroversial, mencerminkan pandangannya bahwa pendidikan tidak hanya tentang mengejar angka dan prestasi, tetapi juga tentang pembentukan karakter yang utuh.
Namun, seiring berjalannya waktu, globalisasi menuntut untuk bersaing di kancah internasional. Pendidikan yang dulunya lebih menekankan pengembangan karakter kini semakin berfokus pada pencapaian akademik dan persiapan menghadapi dunia yang kompetitif.
BACA JUGA:Bertamu ke PLTS Raksasa Al Dhafra di Tanah Minyak