BELITONGEKSPRES.COM - Di tengah berbagai tantangan global dan dinamika domestik, ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky, tetap optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 akan bertahan di kisaran 5 persen.
Hal ini didukung oleh momentum Ramadhan dan libur panjang, yang secara historis mampu mendorong konsumsi masyarakat dan aktivitas ekonomi.
Ramadhan selalu menjadi salah satu periode penting bagi ekonomi Indonesia. Tradisi konsumsi masyarakat selama bulan suci, mulai dari kebutuhan pokok hingga belanja non-esensial, diyakini akan menjadi pendorong utama pertumbuhan.
Ditambah lagi, libur panjang yang berdekatan dengan Ramadhan dan Idul Fitri menciptakan aktivitas ekonomi tambahan, seperti peningkatan perjalanan wisata, konsumsi transportasi, dan belanja oleh-oleh.
BACA JUGA:Bergabung dengan BRICS, Apa Saja Keuntungan bagi Indonesia?
BACA JUGA:Mentan Amran Tekankan Pentingnya Menjaga Harga Gabah Selama Musim Panen
Menurut Riefky, elemen-elemen ini dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi meskipun terdapat tekanan dari ketidakpastian global.
Kekhawatiran tentang dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 12 persen terhadap barang mewah juga tidak dianggap sebagai ancaman besar. Teuku Riefky menilai bahwa cakupan kebijakan ini relatif kecil dan hanya memengaruhi segmen tertentu dalam ekonomi. Dengan demikian, efeknya terhadap konsumsi masyarakat secara umum akan minimal.
Meskipun optimisme domestik cukup tinggi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti beberapa tantangan eksternal yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, seperti:
1. Geopolitik Timur Tengah: Ketegangan politik di kawasan ini memiliki dampak terhadap stabilitas energi dan perdagangan global.
2. Perlambatan Ekonomi China: Sebagai mitra dagang utama Indonesia, kondisi ekonomi China yang melambat dapat memengaruhi permintaan ekspor.
3. Penurunan Harga Komoditas: Fluktuasi harga komoditas seperti batubara dan minyak kelapa sawit dua andalan ekspor Indonesia berdampak langsung pada penerimaan negara.
BACA JUGA:Bahlil Sebut Pendataan Penerima Subsidi BBM Sudah 98 Persen, 3 Opsi Skema Disiapkan
BACA JUGA:Mendag Sebut Swasembada Pangan 2027 Hemat Devisa Hingga 5,2 Miliar Dolar AS
Selain itu, kebijakan ekonomi proteksionis dari Amerika Serikat, khususnya dengan kembalinya Donald Trump sebagai presiden, dapat memengaruhi perdagangan internasional, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.