JAKARTA, BELITONGEKSRES.COM - Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengeluarkan perintah agar seluruh aset yang disita dari terdakwa Harvey Moeis dirampas untuk negara.
Langkah ini diambil setelah Harvey Moeis dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi timah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Barang bukti aset milik terdakwa tersebut dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti kerugian negara yang akan dibebankan terhadap terdakwa," ujar Hakim Anggota Jaini Basir dalam sidang putusan, Senin, 23 Desember 2024.
Selain pidana penjara selama 6 tahun 6 bulan, Harvey Moeis juga dibebankan kewajiban untuk membayar uang pengganti senilai Rp210 miliar. Apabila tidak membayar, Harvey akan dikenakan hukuman penjara 2 tahun tambahan.
BACA JUGA:Hakim Nyatakan Tuntutan Harvey Moeis Terlalu Berat, Ini Tanggapan Kejagung
BACA JUGA:Hakim Berikan Vonis Lebih Ringan untuk Harvey Moeis, Tuntutan 12 Tahun Dianggap Terlalu Berat
Aset-aset yang telah disita dan akan dirampas untuk negara meliputi sejumlah properti, mobil mewah, tas bermerek, perhiasan, serta logam mulia.
Beberapa aset tersebut adalah tanah dan bangunan di Jakarta, mobil Ferrari, Rolls-Royce, Vellfire, Porsche, Mini Cooper, 88 tas bermerek, dan 141 perhiasan.
Sebelumnya, Harvey Moeis meminta agar aset istrinya, Sandra Dewi, yang disita dalam perkara korupsi timah di Bangka Belitung (Babel) agar dikembalikan.
Penasihat hukum Harvey, Marcella Santoso, menyatakan bahwa aset Sandra Dewi merupakan hasil jerih payahnya selama 25 tahun berkarir di dunia hiburan. Itu tidak ada kaitannya dengan kasus korupsi timah yang melibatkan suaminya.
BACA JUGA:Akibat Korupsi Timah: Hakim Tetapkan Negara Rugi Rp300 Triliun, Ini Rinciannya
BACA JUGA:Korupsi Timah: 2 Petinggi Smelter di Babel Divonis 8 Tahun Penjara, Uang Pengganti Fantastis
Harvey terbukti terlibat dalam korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk antara tahun 2015 hingga 2022, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.
Kerugian tersebut terdiri dari Rp2,28 triliun akibat kerja sama sewa alat pengolahan timah, Rp26,65 triliun akibat pembayaran bijih timah dari tambang ilegal dan Rp271,07 triliun akibat kerugian lingkungan.
Kasus ini menggambarkan bagaimana praktik korupsi dalam sektor sumber daya alam dapat merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar. Serta bagaimana pengadilan berupaya memastikan pelaku membayar kembali kerugian negara dengan merampas aset terdakwa. (ant)