BELITONGEKSPRES.COM - Dalam dunia pinjaman online (pinjol) yang semakin populer, terdapat risiko serius yang sering kali terabaikan, tindakan teror oleh penagih utang. Banyak dari mereka menggunakan metode yang tidak etis, termasuk menyebarkan data pribadi debitur sebagai ancaman. Pertanyaannya, bagaimana hukum mengatur tindakan ini?
Pinjaman online menawarkan kemudahan akses dana tunai hanya dengan beberapa klik, menjadikannya solusi cepat untuk kebutuhan finansial. Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul masalah besar terkait metode penagihan yang sering kali melibatkan intimidasi.
Salah satu praktik yang meresahkan adalah penyebaran data pribadi debitur tanpa izin. Tindakan ini tidak hanya melanggar norma etika, tetapi juga dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan peraturan yang ada.
Penyebaran data pribadi oleh penagih pinjol sering dilakukan dengan cara agresif, seperti menghubungi kontak di ponsel debitur atau menyebarkan informasi sensitif di media sosial. Ini jelas melanggar hak privasi dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan mental korban.
BACA JUGA:Wamenaker Ungkap Dugaan Campur Pihak Tertentu dalam Kasus Kepailitan Sritex
BACA JUGA:Menteri Hukum: Pengampunan Koruptor Kewenangan Presiden dengan Pengawasan MA dan DPR
Masyarakat perlu mengetahui bahwa ada langkah hukum yang dapat diambil jika mereka menjadi korban tindakan tersebut. Berikut adalah beberapa poin penting mengenai pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penagih pinjol.
Hukum Mengatur Penyebaran Data Pribadi
Penyebaran data pribadi debitur oleh penagih utang, terutama melalui media sosial atau kontak di ponsel, jelas melanggar hukum. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan bahwa penagihan utang harus dilakukan secara sopan tanpa intimidasi. Praktik ancaman dan intimidasi dapat dikenakan sanksi pidana.
Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), mereka yang terbukti menyebarkan data pribadi tanpa izin dapat dikenakan sanksi penjara hingga 8 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar.
Selain itu, Pasal 26 UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menegaskan bahwa penggunaan data pribadi harus dengan persetujuan pemiliknya, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun dan/atau denda Rp 5 miliar.
BACA JUGA:Mendes Yandri Sebut Dana Desa Dapat Digunakan untuk Situasi Darurat
BACA JUGA:Wamendagri Tekankan Pentingnya Revitalisasi Irigasi dalam Percepat Swasembada Pangan
Langkah Hukum yang Dapat Diambil oleh Korban
Bagi Anda yang menjadi korban penyebaran data pribadi oleh penagih pinjol, ada beberapa langkah yang dapat diambil:
- Laporkan ke Polisi: Segera laporkan tindakan tersebut dan sertakan bukti, seperti tangkapan layar atau rekaman suara.
- Laporkan ke OJK: Jika pinjol tersebut terdaftar di OJK, laporkan praktik tidak etis ini untuk mendapatkan perlindungan hukum.
- Konsultasi Hukum: Pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan pengacara atau lembaga bantuan hukum untuk nasihat lebih lanjut.
Hanya pinjol yang terdaftar dan berizin di OJK yang memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi debitur. Pinjol ilegal cenderung melakukan praktik merugikan. Oleh karena itu, penting untuk memeriksa status legalitas pinjol sebelum meminjam.
Dengan meningkatnya kesadaran tentang hak-hak konsumen dan perlindungan data pribadi, diharapkan masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menggunakan layanan pinjaman online dan mengetahui langkah hukum yang bisa diambil jika terjadi pelanggaran. (beritasatu)