BELITONGEKSPRES.COM - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan peringatan tentang dampak potensial dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, yang direncanakan berlaku pada tahun 2025, terhadap perilaku menabung masyarakat.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa peningkatan tarif pajak ini bisa menghambat pertumbuhan simpanan, terutama untuk nasabah yang memiliki tabungan di bawah Rp100 juta.
Menurut Purbaya, meskipun tidak ada penurunan drastis dalam jumlah tabungan setelah penerapan tarif PPN yang lebih tinggi, prospek untuk peningkatan tabungan menjadi lebih suram. "Tabungan tidak akan langsung menurun, tetapi tampaknya akan sulit untuk meningkat secara signifikan," katanya saat berbicara kepada media di Jakarta.
Purbaya menekankan bahwa ketika pemerintah menerima uang dari masyarakat, ada jeda waktu sebelum dana tersebut kembali beredar dalam perekonomian. Jika dana tersebut baru dibelanjakan empat bulan setelah diterima, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi akan tertunda, dan ini berpotensi memengaruhi tren tabungan dalam jangka panjang.
BACA JUGA:Kemenperin Siapkan Kebijakan Pro-Industri untuk Mencapai Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
BACA JUGA:Penghapusan Utang UMKM 2025: Pemerintah Targetkan Realisasi Bertahap Mulai Januari
Lebih lanjut, Purbaya mencatat bahwa survei terbaru menunjukkan bahwa tren tabungan masyarakat memang menunjukkan penurunan, yang menjadikan prospek pertumbuhannya semakin menantang.
Ia memperkirakan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan akan berada di kisaran 6 hingga 7 persen, angka yang belum mengalami perubahan meskipun dapat disesuaikan sesuai dengan kondisi pasar.
Dia juga menyatakan bahwa meskipun kebijakan pajak dapat mempengaruhi tabungan, dampaknya mungkin tidak akan langsung terlihat. Jika dana pemerintah dibelanjakan secara efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, efek negatif dari kenaikan pajak ini mungkin akan tereduksi dalam jangka pendek.
Pemerintah, yang telah menetapkan tarif PPN baru ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), perlu mempertimbangkan implikasi kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat dan kebiasaan menabung yang sedang dalam tekanan. (ant)