Djoss Belitung

Nilai Transaksi Ojol Tembus Rp142,7 Triliun, Tapi Belum Sebanding dengan Kesejahteraan Driver

Peningkatan transaksi aplikasi ojek online alias ojol belum sebanding dengan kesejahteraan driver.-Bianca Khairunnisa-

BELITONGEKSPRES.COM - Pertumbuhan industri transportasi dan makanan online terus menunjukkan tren positif, namun kesejahteraan para pengemudi ojek online (ojol) belum sebanding dengan peningkatan tersebut.

Laporan e-Conomy SEA 2024 dari Google mencatat bahwa sektor transportasi dan makanan online diproyeksikan tumbuh sebesar 13 persen pada tahun 2024, dengan nilai transaksi (Gross Merchandise Value/GMV) mencapai USD 9 miliar atau sekitar Rp 142,7 triliun. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan tarif layanan serta bertambahnya jumlah pengemudi.

Menurut Partner Bain & Company, Aadarsh Baijal, tarif layanan transportasi online mengalami sedikit kenaikan, sementara platform-platform ojol mulai memulihkan pendanaan yang sebelumnya digunakan untuk promosi diskon. Pemulihan ini memungkinkan platform untuk menawarkan harga yang lebih berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan melalui suplai yang kembali stabil pascapandemi Covid-19.

"Harga sedikit naik, persaingan masih ada, dan ini menciptakan keseimbangan yang baik bagi konsumen," jelas Aadarsh, Jumat 15 November.

BACA JUGA:Impor Susu RI Naik 7,07 Persen atau Capai 257 Ribu Ton, Selandia Baru Jadi Pemain Utama

BACA JUGA:Kritik Pengamat Terhadap RPMK: Kemasan Polos Rokok Dinilai Merugikan Industri Tembakau

Namun, di balik pertumbuhan tersebut, kondisi para pengemudi masih memprihatinkan. Banyak driver ojol yang mengaku kesulitan mencapai kesejahteraan finansial. Selain menghadapi persaingan di antara aplikasi, mereka juga terkendala kebijakan internal perusahaan yang kerap dianggap merugikan.

Eko, seorang pengemudi ojol di Jakarta, mengungkapkan beberapa kendala yang ia alami, seperti pemotongan tarif bonus hingga risiko suspend yang terkadang tidak jelas alasannya. "Saya nggak tahu driver di wilayah lain kena juga atau nggak, tapi yang pasti ini memberatkan," ujarnya.

Karena pendapatan yang fluktuatif, banyak pengemudi tidak menjadikan profesi ojol sebagai pekerjaan utama. "Kadang hari ini bisa ramai, besoknya sepi. Gak pasti," tambah Eko.

Pemerintah pun hingga kini belum mengakui ojol sebagai kendaraan umum, yang membuat posisi mereka semakin sulit dari sisi regulasi dan perlindungan hukum.

BACA JUGA:Dukung Transisi Energi, PLN Nusantara Power Tampilkan Proyek Hijau di Electricity Connect 2024

BACA JUGA:Pemerintah Tengah Menyusun Pedoman Kebijakan Penghapusan Piutang Macet UMKM

Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun sektor ojol terus berkembang sebagai bagian penting dari ekonomi digital, tantangan untuk meningkatkan kesejahteraan para pengemudi masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak. Perlunya sinergi antara perusahaan, pemerintah, dan pengemudi menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem yang lebih adil dan berkelanjutan. (dis)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan