Menkop Pangan Zulkifli Hasan Tegaskan Peran Bulog dalam Stabilisasi Harga Pangan
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan saat menghadiri rembuk tani di Lampung Selatan. -Ruth Intan Sozometa Kanafi-ANTARA
BELITONGEKSPRES.COM - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa transformasi Perum Bulog menjadi badan otonom yang langsung berada di bawah Presiden merupakan langkah strategis untuk memperkuat peran Bulog dalam stabilisasi pangan nasional.
Zulkifli Hasan menegaskan bahwa sering kali para petani mengalami kerugian akibat harga pangan yang anjlok saat panen, seperti pada jagung dan padi. Oleh karena itu, Bulog dianggap sebagai institusi yang paling tepat untuk melakukan stabilisasi harga dan menyerap hasil panen petani.
"Para petani sering mengeluhkan harga jagung atau padi yang jatuh drastis saat panen. Inilah mengapa stabilisasi pangan sangat penting, dan Bulog memiliki peran besar untuk itu," ujar Zulkifli di Lampung Selatan, Minggu.
Dengan transformasi ini, Zulkifli berharap Bulog bisa lebih maksimal dalam menyerap hasil panen petani, sehingga harga pangan seperti jagung dan gabah tidak terlampau melonjak tinggi setelah panen, yang biasanya merugikan petani.
BACA JUGA:Mentan Komitmen Wujudkan Swasembada dengan Serangkaian Langkah Konkret
BACA JUGA:Kementan Optimalkan Penggunaan 1 Juta Hektare Lahan untuk Swasembada Pangan
Sementara itu, Sukma, Ketua Gabungan Kelompok Tani Babatan Katibung di Kabupaten Lampung Selatan, menyampaikan kekhawatirannya mengenai harga jagung yang sangat rendah saat panen. Menurut Sukma, harga jagung kering hanya berkisar di bawah Rp5.000 per kilogram, jauh lebih murah dibandingkan harga sebelumnya yang mencapai Rp5.200 per kilogram.
"Untuk jagung yang belum dikeringkan, harga per kilogram hanya sekitar Rp2.700 hingga Rp3.500. Biaya produksi kami cukup tinggi, sekitar Rp9 juta untuk menanam dan memanen jagung, namun hasilnya jauh dari harapan," ungkap Sukma.
Para petani berharap ada intervensi dari pemerintah untuk menstabilkan harga jagung, mengingat biaya produksi yang tinggi sementara harga jual yang rendah dan seringkali tidak terserap oleh pasar. Hal ini menyebabkan petani menghadapi kerugian yang cukup besar, terutama di saat panen raya. (ant)