Pakar Hukum: Pansus Angket Haji Prioritaskan Perbaikan Kebijakan, Bukan Penunjukan Menteri
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Penyelenggaraan Haji 2024 DPR RI Arteria Dahlan saat menghadiri inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Pansus Angket Haji di Kantor Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), Jakarta, Rabu (4/9/202--
BELITONGEKSPRES.COM - Menurut Oce Madril, pakar hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM), penunjukan menteri agama adalah hak prerogatif presiden, sehingga rekomendasi yang diberikan oleh Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji dalam Sidang Paripurna DPR ke-8 seharusnya tidak mencakup penunjukan orang untuk mengisi posisi tersebut.
"Dalam konteks ini, rekomendasi Pansus seharusnya terfokus pada perbaikan kebijakan dan regulasi terkait penyelenggaraan haji serta tata kelolanya, bukan pada siapa yang menjabat sebagai Menteri Agama," ungkap Oce Madril saat memberikan penjelasan di Jakarta pada hari Selasa.
Sebelumnya, Pansus Angket Haji telah menyampaikan lima rekomendasi dalam sidang tersebut, salah satunya adalah harapan agar pemerintah selanjutnya dapat memilih sosok Menteri Agama yang lebih kompeten dalam mengelola penyelenggaraan ibadah haji.
Oce Madril mengkritik rekomendasi tersebut dengan menyebutkan tiga poin penting. Pertama, isu pengisian jabatan Menteri Agama tidak termasuk dalam wewenang DPR. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, presiden memiliki hak penuh untuk menentukan menteri, dan tidak ada intervensi yang diperbolehkan, bahkan dari Pansus.
BACA JUGA:Langkah Tegas OJK: Sekitar 8.000 Rekening Terlibat Judi Online Telah Diblokir
BACA JUGA:Kejagung RI Raih Penghargaan IDeaward 2024, Utamakan Restorative Justice yang Inovatif dan Humanis
"Rekomendasi tersebut terlihat melanggar batas, seakan ada kepentingan tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari hasil Pansus untuk mengincar posisi Menteri Agama," tambahnya.
Poin kedua yang disampaikan oleh Oce adalah pentingnya Pansus Haji untuk berfokus pada aspek kebijakan dan tata kelola penyelenggaraan haji, agar kualitasnya meningkat di masa depan. Ia menekankan perlunya legislative review terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, serta penguatan pengawasan di lapangan.
"Tim DPR seharusnya lebih aktif dalam mengawasi pelaksanaan haji, dan kinerjanya harus lebih efektif," katanya.
Terakhir, Oce mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017, yang mengatur bahwa hasil hak angket seharusnya berupa rekomendasi dan evaluasi untuk perbaikan kebijakan.
"Dari sini, hasil Pansus Haji seharusnya berfokus pada mendorong perbaikan kebijakan penyelenggaraan haji, baik dari segi legislasi maupun manajemen pelaksanaan di lapangan," tutup Oce Madril. (ant)