Untuk Menghemat Biaya, MUI Dukung Pemangkasan Durasi Tinggal Jemaah Haji di Arab Saudi
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid Sa'adi di Jakarta-Hilmi Setiawan-Jawa Pos
BELITONGEKSPRES.COM - Selama bertahun-tahun, jamaah haji Indonesia harus menghabiskan waktu hingga 42 hari di Arab Saudi saat musim haji. Lamanya masa tinggal ini menjadi salah satu faktor yang membebani biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) yang ditanggung jemaah.
Dalam beberapa waktu terakhir, wacana untuk memangkas durasi tersebut semakin kuat, dengan tujuan utama menghemat biaya dan meringankan beban jemaah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung langkah ini. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Zainut Tauhid Sa’adi, menyatakan bahwa pengurangan masa tinggal merupakan upaya inovatif untuk menekan BPIH tanpa mengandalkan subsidi besar dari nilai manfaat Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). “Langkah ini bisa menjadi terobosan agar biaya haji lebih terjangkau tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada jamaah,” ujarnya, Senin 30 Desember.
Selama ini, sebagian besar subsidi BPIH berasal dari hasil investasi dana haji yang dikelola BPKH. Namun, pendekatan ini menimbulkan masalah jangka panjang. Zainut menjelaskan bahwa subsidi tersebut sejatinya adalah hasil investasi dana jemaah haji yang masih dalam masa tunggu (waiting list).
BACA JUGA:Harvey Moeis dan Sandra Dewi Masuk Peserta BPJS PBI untuk Fakir Miskin, Tak Wajib Bayar Iuran
BACA JUGA:Heboh! Harvey Moeis dan Sandra Dewi Jadi Penerima Bantuan BPJS Kesehatan, Ini Penjelasan Dinkes DKI
Dengan subsidi yang besar untuk jamaah yang berangkat lebih dahulu, ada risiko bahwa calon jamaah di masa depan tidak akan memperoleh manfaat yang sama.
“Pemotongan durasi masa tinggal dapat mengurangi biaya secara langsung tanpa perlu mengandalkan subsidi berlebih. Jika subsidi terlalu besar, bukan hanya nilai manfaat yang terkuras, tetapi juga modal pokoknya bisa ikut tergerus,” jelas Zainut.
Meski demikian, pengurangan durasi bukan tanpa tantangan. Zainut menekankan bahwa penghematan biaya tidak boleh mengorbankan kualitas pelayanan. Penginapan, transportasi, hingga konsumsi jemaah harus tetap terjamin dengan standar yang baik.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa durasi yang lebih singkat dapat mengurangi waktu jemaah untuk menjalani ibadah dan beradaptasi dengan kondisi di Tanah Suci. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang agar setiap aspek perjalanan haji tetap sesuai dengan kebutuhan ibadah dan kenyamanan jemaah.
Zainut juga mengingatkan pentingnya penyusunan biaya haji yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Langkah ini harus mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan jemaah yang berangkat saat ini dan mereka yang masih menunggu giliran.
BACA JUGA:Tega! Ayah di Gowa Hamili Anak Kandung, Warga Murka Bakar Rumah Pelaku
BACA JUGA:Antisipasi Uang Palsu, DPR Dorong Edukasi Masif dari Bank Indonesia
“Penyusunan BPIH harus proporsional dan berkeadilan, sehingga tidak mencederai hak calon jemaah lainnya. Jika tidak dikelola dengan bijak, beban biaya haji di masa depan akan semakin berat,” tuturnya.