Walk Out
Dahlan Iskan--
Pertamina tentu tidak bisa menerima pasokan minyak mentah dari perorangan maupun perkumpulan. Maka perkumpulan mengirim minyak ke Pertamina lewat bendera Perusda.
Dari minyak mentah itu ekonomi Toha membaik. Kekayaannya saat ini sekitar Rp 50 miliar. Tidak punya utang.
Kekayaan Toha masih kalah jauh dari kekayaan Luci, tapi Toha telah jadi tokoh riil yang secara nyata telah membela ekonomi masyarakat.
Dan lagi Toha hampir tidak keluar biaya. Ia tidak perlu melalukan serangan fajar.
Waktu kampanye pun banyak acara yang disiapkan oleh kelompok masyarakat sendiri. Legalisasi minyak mentah dari sumur tua itu memang menyangkut nasib puluhan ribu rakyat Muba. Mereka merasa semua itu berkat jasa Toha.
Toha juga orang yang berjuang untuk keluarga. Ia anak nomor tiga dari sembilan bersaudara. Kakaknya sudah menikah sehingga punya tanggungan keluarga. Enam adiknya harus sekolah.
Maka begitu tamat SMP Toha memutuskan untuk bekerja. Apa saja. Termasuk membantu ayah mencari kayu di hutan. Berbulan-bulan kayu itu tidak menghasilkan uang. Harus terkumpul banyak dulu. Lalu dijadikan lanting --diikat-ikat di atas sungai. Lanting itu dihanyutkan di sungai Musi sampai ke Palembang.
Di kota besar itulah kayu dijual. "Satu tahun dapat uang satu kali," kenang Toha. "Biarlah saya tidak sekolah. Yang penting semua adik saya bisa terus sekolah," ujar Toha.
Setelah adik-adiknya jadi sarjana, dan setelah menjadi staf lokal kami, Toha ingin sekolah. Maka ia ikut program Paket C tingkat SMA. Lulus. Dengan ijasah Paket C itu Toha kuliah. Di salah satu universitas swasta di Palembang. Jadilah Toha sarjana hukum.
Toha akan terus ingat apa yang menyebabkan ia walk out. Yakni soal pemerintahan yang bersih. Sebentar lagi Toha sendirilah pemerintahan Muba itu. (Dahlan Iskan)