Targetkan Daya Saing Global, Indonesia Turunkan Tarif Pungutan Ekspor Kelapa Sawit Menjadi 7,5 Persen
Ketua Gapki Eddy Martono memberikan keterangan di sela Sosialisasi Implementasi Ketentuan Ekspor dan Pungutan Ekspor Komoditas Kelapa Sawit di Surabaya, Kamis (21/11). -Dinda Juwita-Jawa Pos
BELITONGEKSPRES.COM - Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menurunkan tarif pungutan ekspor kelapa sawit dari 11 persen menjadi 7,5 persen, sebuah langkah yang diambil untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit domestik di pasar global.
Direktur Penghimpunan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Normansyah Hidayat Syahruddin, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi penurunan daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia.
"Kami melihat adanya penurunan daya saing ekspor kelapa sawit kita, dan penyesuaian tarif ini diharapkan dapat mengembalikan daya saing tersebut," ujarnya dalam acara Sosialisasi Implementasi Ketentuan Ekspor Kelapa Sawit di Surabaya pada Kamis, 21 November.
Menurut data BPDPKS, volume ekspor kelapa sawit Indonesia hingga September 2024 tercatat mencapai 28,56 juta metrik ton, menurun dibandingkan dengan 37,89 juta metrik ton yang tercatat pada 2023. Penurunan ekspor ini terjadi terutama ke negara-negara tujuan utama, seperti Tiongkok dan Pakistan.
BACA JUGA:Indonesia Berencana Hentikan Impor Beras Mulai 2025, Menko Pangan Zulkifli Hasan Pastikan Stok Aman
BACA JUGA:Ekonom Jelaskan 5 Manfaat Kebijakan Penambahan 1 Persen Tarif PPN
Ekspor kelapa sawit Indonesia sebagian besar didominasi oleh produk hilir (intermediate products), dengan empat negara mitra dagang utama, yaitu Tiongkok, India, Uni Eropa, dan Pakistan, sebagai importir terbesar.
Untuk itu, penurunan tarif pungutan ekspor kelapa sawit yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 62/PMK.05/2024 diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri ini.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurachman, menekankan pentingnya peran Indonesia dalam pasar minyak sawit global. "Sebagai produsen utama, perkebunan kelapa sawit Indonesia tidak hanya memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara, tetapi juga merupakan sumber devisa yang penting," ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada triwulan III 2024, ekonomi Indonesia tumbuh 4,9 persen, dengan sektor pertanian dan perkebunan mengalami pertumbuhan 1,69 persen.
Sektor industri pengolahan non-migas juga tumbuh sebesar 4,23 persen, dengan kelapa sawit berperan sebagai motor penggerak utama dalam kedua sektor tersebut. (jpc)