Menyeimbangkan Bandul Geopolitik dengan Diplomasi

Presiden Prabowo Subianto (kiri) melakukan pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden (kanan) di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Selasa (12/11/2024).-Hafidz Mubarak A/Spt.-ANTARA FOTO

Presiden Prabowo Subianto secara marathon melaksanakan kunjungan kenegaraan pertamanya setelah pelantikan pada 20 Oktober 2024. Dalam waktu yang tidak terlalu jauh, dua negara adidaya dikunjungi, yaitu China dan Amerika Serikat. Dua negara yang saling berseteru dalam lanskap geopolitik kontemporer.

Presiden Indonesia memainkan bandul diplomasinya untuk membangun keseimbangan geopolitik.

Pada 9 November Indonesia-China menghasilkan Joint Statement (pernyataan bersama) yang ditandatangani Presiden Prabowo. Dokumen setebal 17 halaman tersebut memuat kesepahaman kedua bangsa dalam kerja sama lima pilar: politik, ekonomi, budaya, maritim dan keamanan. Indonesia berhasil memperoleh komitmen investasi sebesar 10,07 miliar dolar AS melalui Indonesia-China Business Forum.

Di tengah ketegangan militer kedua negara di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna, sejumlah pihak khawatir joint statement ini dapat mengancam kedaulatan NKRI. Bukan keuntungan yang didapat, tetapi dominasi China atas Indonesia di wilayah yang sedang diperebutkan tersebut. Namun, dalam perspektif diplomasi, upaya ini dapat dipandang sebagai bentuk pembangunan stabilitas di kawasan Asia Pasifik.

BACA JUGA:Mempercepat Transformasi Layanan Publik Melalui Digitalisasi

Topik tentang situasi di Asia Pasifik juga menjadi pembicaraan yang hangat saat Presiden Prabowo bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden dalam lawatan diplomasi selanjutnya. Dalam pernyataannya, kedua presiden berkomitmen untuk terus memajukan visi arsitektur regional Indo-Pasifik yang terbuka, transparan, inklusif, dan berbasis aturan, dengan ASEAN sebagai pusatnya, yang menjunjung tinggi hukum internasional.

Kedua pemimpin menggarisbawahi dukungan untuk menegakkan kebebasan navigasi dan penerbangan serta menghormati hak kedaulatan dan yurisdiksi negara atas zona ekonomi eksklusif mereka sesuai dengan hukum United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

Dalam forum bisnis bersama USINDO, Indonesia memperoleh komitmen investasi jangka panjang yang telah terealisasi sejak 2019 sebesar 13,41 triliun dolar AS dan akan terus berlanjut di masa mendatang.

Keseimbangan Geopolitik

Dalam konteks diplomasi modern, negara-negara dengan berbagai kepentingan yang kompleks tidak hanya berurusan satu sama lain pada satu tingkat atau pada satu jenis atau sebagian masalah tertentu saja, melainkan banyak dimensi yang saling berkaitan.

Dalam diplomasi multidimensional tak semuanya harus berjalan dengan sinkron. Bisa jadi secara ekonomi dapat melakukan kerja sama, tetapi di bidang lain terjadi potensi konflik.

BACA JUGA:Mengajak Anak Muda Melek Digital Mengawal Pilkada

Dengan mengunjungi AS segera setelah China, Indonesia telah memperjelas posisinya terhadap kedua negara tersebut, meskipun persaingan AS-China semakin ketat, Indonesia tidak memihak salah satu pihak. Namun tetap mempertahankan kepentingan nasional dan prinsip non-partisan.

Pokok yang menjadi persaingan antara China dan AS terkait dengan kawasan Asia Pasifik. Klaim China terhadap nine-dash line yang mencakup hampir sebagian besar wilayah Laut China Selatan (LCS) telah memberikan ruang perseteruan antara berbagai negara yang sebagian wilayahnya beririsan dengan klaim China tersebut, terutama negara anggota ASEAN.

Hukum UNCLOS 1982 yang diratifikasi Indonesia pada 1985 mengatur bahwa batas-batas wilayah laut dan ZEE sejauh 200 mil ditarik dari garis pangkal wilayah pesisirnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan