Djoss Belitung

Ekonom Sarankan Subsidi dan Insentif untuk Redam Tekanan Kenaikan PPN

Ilustrasi - Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah subsidi di salah satu perumahan di Kota Serang, Banten, Selasa (29/10/2024).-Angga Budhiyanto/aww-ANTARA FOTO

BELITONGEKSPRES.COM - Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal 2025 telah memicu berbagai tanggapan dari kalangan ekonom dan pengamat kebijakan publik. 

Di tengah kekhawatiran akan dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan pelaku usaha, sejumlah pakar mengajukan solusi inovatif untuk mengurangi tekanan tersebut.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyoroti perlunya langkah mitigasi yang terarah. Menurutnya, pemerintah perlu mengedepankan kebijakan yang tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga mendorong aktivitas ekonomi.

“Kenaikan PPN ini berpotensi menekan konsumsi rumah tangga, sehingga perlu insentif yang dapat mendorong usaha baru dan menjaga daya beli masyarakat,” ujar Esther dalam keterangannya kepada media.

BACA JUGA:Pro dan Kontra Kenaikan PPN 12 Persen 2025, Sri Mulyani Berikan Penjelasan

BACA JUGA:Nilai Transaksi Ojol Tembus Rp142,7 Triliun, Tapi Belum Sebanding dengan Kesejahteraan Driver

Ia mengusulkan tiga langkah strategis:

1. Subsidi suku bunga kredit: Menurunkan beban bunga pinjaman akan membantu masyarakat mengakses modal lebih murah untuk kebutuhan usaha atau konsumsi.

2. Dukungan pendidikan: Pemberian subsidi atau beasiswa dapat menjadi langkah jangka panjang untuk meningkatkan kualitas SDM, sekaligus meringankan beban biaya pendidikan.

3. Insentif usaha: Pemerintah dapat memberikan kemudahan, baik berupa pajak nol persen untuk usaha rintisan maupun bantuan modal awal.

Sejalan dengan Esther, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menambahkan bahwa pemerintah juga perlu memperluas program bantuan sosial (bansos) bagi kelompok rentan. Langkah ini, menurutnya, akan mengurangi dampak langsung kenaikan PPN terhadap daya beli kelompok menengah ke bawah.

BACA JUGA:Impor Susu RI Naik 7,07 Persen atau Capai 257 Ribu Ton, Selandia Baru Jadi Pemain Utama

BACA JUGA:Kritik Pengamat Terhadap RPMK: Kemasan Polos Rokok Dinilai Merugikan Industri Tembakau

Selain itu, Josua mendorong insentif pajak khusus untuk pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM). “Pemberian insentif pajak bagi UMKM sangat krusial untuk menjaga daya saing dan produktivitas mereka di tengah beban pajak yang meningkat,” jelasnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan