Asa Pekerja Migran RI di Malaysia dari Kabinet Merah Putih

Para pekerja migran Indonesia berfoto bersama dengan pekerja Malaysia usai mengikuti lomba bowling dalam rangka perayaan HUT Ke-79 RI di Penang, Malaysia, Minggu (17/8/2024). ANTARA/Virna P Setyorini--

Pemerintahan baru Republik Indonesia sudah terbentuk. Usai pelantikan pada Minggu 20 Oktober malam, Presiden RI Prabowo di Istana Negara segera mengumumkan jajaran para menteri dan wakil menteri, yang akan membantunya menjalankan roda pemerintahan hingga 2029.

Sudah pasti banyak hal yang menyita perhatian publik terkait kabinet baru yang diberi nama Kabinet Merah Putih dalam pemerintahan yang baru itu. Dari soal postur kabinet yang lebih besar hingga keberadaan menteri dan wakil menteri yang akan menduduki pos kementerian baru.

Salah satu yang menarik adanya Menteri dan Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, ada dua wakil menteri yang akan menangani isu-isu seputar perlindungan bagi pekerja migran dalam kabinet tersebut.

Jika sebelumnya yang mengurusi soal perlindungan bagi pekerja migran Indonesia adalah sebuah badan, yakni Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), kini statusnya berubah menjadi sebuah kementerian, yang tentu saja tidak lagi hanya sebagai fasilitator tetapi dapat juga bisa melakukan regulasi maupun deregulasi.

BACA JUGA:Memaknai Sekolah Berkualitas

Dari perbincangan dengan beberapa pekerja migran yang ANTARA temui di Kuala Lumpur pada hari pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru, beberapa di antara mereka mengaku senang karena dengan pelantikan itu berarti pemerintahan RI akan terus berjalan.

Namun, ketika ditanya apa yang menjadi harapan mereka selaku pekerja migran dengan adanya pemerintahan baru, kebanyakan dari mereka enggan menyampaikannya. Bukan berarti mereka tidak memiliki harapan, hanya saja mereka tidak ingin terlalu berharap lalu akhirnya kecewa.

Kasdi asal Surabaya mengaku tidak terlalu ingat kapan tepatnya mulai menjadi pekerja migran di Malaysia. Dirinya hanya dapat memastikan itu terjadi sebelum Indonesia mengalami reformasi.

Bekerja sebagai tukang dari satu bangunan ke bangunan lain, dari satu gedung ke gedung yang lain di Malaysia dari sejak zaman pemerintahan Suharto hingga kini dipimpin oleh Prabowo, dirinya mengaku tidak banyak merasakan banyak perubahan. Toh kenyataannya dirinya tetap nukang (menjadi tukang) di sana.

BACA JUGA:Mewujudkan Swasembada Pangan

Dengan usia yang tidak lagi muda dan persaingan lebih ketat di Indonesia, pilihan untuk kembali ke tanah air, menurut dia, hanya akan membuat dirinya kesulitan mendapatkan pekerjaan dengan upah yang lebih baik dari yang diperolehnya di Malaysia.

Kasdi lantas sedikit menceritakan situasi terkini di sektor konstruksi di mana dirinya dan rekan-rekan sesama tukang asal Indonesia lainnya bekerja. Menurut dia, sangat terasa perbedaannya jika di bandingkan satu hingga dua tahun ke belakang, di mana persentase pekerja migran Indonesia menjadi semakin sedikit.

Tenaga tukang asal Indonesia berangsur tergantikan oleh pekerja migran dari Banglades. Ia mengibaratkan jika dalam satu proyek konstruksi ada 1.000 pekerja, bisa 900 berasal dari Banglades dan sisanya 100 orang, bahkan kurang, dari Indonesia.

Dari segi ketrampilan, menurut Kasdi, mereka cukup baik, memang tidak kalah dengan tukang dari Indonesia. Saat ditanya alasan pekerja migran dari Banglades kini lebih diminati oleh majikan, ia mengatakan kemungkinan alasan terbesar soal besaran upah yang lebih rendah.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan