Resesi 2025 di Depan Mata: Strategi Bertahan di Tengah Krisis

Naura Nevlin Primastivana Putri, Mahasiswi Hukum Universitas Diponegoro-Istimewa-

RESESI ekonomi adalah kondisi yang menghantui banyak negara, terutama setelah berbagai gejolak ekonomi global yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2025, potensi resesi ekonomi global semakin nyata di depan mata. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi COVID-19 yang terjadi di awal tahun 2020 telah meninggalkan dampak signifikan, memicu perlambatan ekonomi yang berkepanjangan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar -2,07% akibat pandemi COVID-19. Hal ini menunjukkan betapa rentannya perekonomian Indonesia terhadap guncangan global. Oleh karena itu, menghadapi potensi resesi tahun 2025, penting bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan manajemen keuangan pribadi dan penghematan.

BPS juga mencatat bahwa tingkat pengangguran pada tahun 2020 meningkat menjadi 7,07%, yang menjadi sinyal penting bahwa penurunan aktivitas ekonomi dapat menyebabkan kehilangan pekerjaan yang masif. Ini menekankan pentingnya membangun keterampilan dan mengadaptasi inovasi untuk tetap relevan di pasar kerja. 

Ditambah lagi dengan ketidakpastian geopolitik, inflasi tinggi, serta disrupsi rantai pasokan global yang terus berlanjut. Dengan kondisi ini, penting bagi setiap individu, bisnis, dan pemerintah untuk mempersiapkan diri menghadapi resesi dengan strategi yang tepat. Namun, bagaimana kita, sebagai masyarakat umum, dapat bertahan dalam kondisi ekonomi yang semakin sulit ini? Artikel ini akan memberikan beberapa tips dan strategi praktis untuk menghadapi resesi ekonomi tahun 2025, baik bagi individu maupun keluarga, dengan fokus pada manajemen keuangan, investasi, dan inovasi.

BACA JUGA:Keadilan Restoratif, Terobosan Hukum yang Lebih Humanis

Mengelola Keuangan Pribadi dengan Bijak

1. Membangun Dana Darurat

Langkah pertama dan paling mendasar dalam menghadapi resesi adalah memiliki dana darurat yang cukup. Dana darurat ini idealnya mencakup tiga hingga enam bulan kebutuhan pokok, termasuk biaya hidup, cicilan, dan kebutuhan medis. Dalam situasi resesi, sumber pendapatan bisa terancam oleh pemutusan hubungan kerja atau penurunan penghasilan. Dengan adanya dana darurat, kita bisa merasa lebih tenang dan siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Untuk membangun dana darurat, mulailah dengan meninjau anggaran bulanan. Sisihkan sebagian dari penghasilan untuk ditabung secara rutin, dan hindari pengeluaran yang tidak perlu. Dana ini sebaiknya disimpan di tempat yang mudah diakses, seperti rekening tabungan yang aman dan likuid.

2. Mengurangi Pengeluaran yang Tidak Perlu

Saat resesi, meninjau kembali kebiasaan konsumsi adalah hal yang sangat penting. Mulailah dengan mengidentifikasi pengeluaran yang dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Misalnya, langganan layanan streaming yang tidak terlalu sering digunakan, makan di luar secara berlebihan, atau belanja barang-barang yang tidak esensial.

Melakukan penghematan akan sangat membantu dalam menjaga stabilitas keuangan selama masa sulit. Namun, jangan hanya fokus pada pengurangan pengeluaran, tetapi juga berpikir kreatif tentang bagaimana cara mengalokasikan dana yang dihemat untuk hal-hal yang lebih produktif, seperti menambah dana darurat atau berinvestasi.

3. Melunasi Utang Berbunga Tinggi

Utang dengan bunga tinggi, seperti kartu kredit, dapat menjadi beban besar selama resesi. Kondisi ekonomi yang sulit sering kali menyebabkan suku bunga meningkat, yang berarti utang berbunga tinggi akan semakin sulit dilunasi. Prioritaskan pembayaran utang ini secepat mungkin, agar keuangan tidak semakin terbebani oleh bunga yang terus bertambah.

Jika memungkinkan, negosiasikan kembali dengan pihak pemberi pinjaman untuk mendapatkan suku bunga yang lebih rendah atau memperpanjang jangka waktu pembayaran. Melunasi utang berbunga tinggi akan memberikan lebih banyak ruang dalam anggaran bulanan dan mengurangi risiko gagal bayar.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan