Indonesia Membangun Warisan Energi Bersih

Foto udara panel surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (9/11/2023). PLTS Terapung Cirata dengan kapasitas 192 Megawatt Peak yang merupakan PLTS terapung terbesar se Asia Tenggara dan terbes--

Menurut data Dewan Energi Nasional (DEN), bauran EBT nasional terus meningkat selama periode 2015-2022. Pada 2015, bauran EBT nasional hanya sekitar 4,40 persen, hingga akhirnya meningkat menjadi 12,3 persen pada 2022.

BACA JUGA:Tak Sekadar Cinta, Melestarikan Batik Juga dengan Membatik

Walaupun pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia menunjukkan tren yang meningkat, ketergantungan pada bahan bakar fosil masih sangat tinggi, mencapai 86 persen. Saat ini, hampir 60 persen atau sekitar 91 GW pembangkit listrik di Indonesia masih bergantung pada batu bara.

Data DEN menunjukkan bahwa kontribusi batu bara dalam bauran energi primer nasional terus meningkat dari tahun ke tahun selama periode 2015-2023, mencapai puncaknya pada 2023 dengan persentase mencapai 40,46 persen.

Persentase bauran energi tertinggi pada 2023 juga didominasi oleh minyak bumi (30,18 persen), gas bumi (16,28 persen), sedangkan EBT 13,09 persen.

Pengembangan bioetanol

Salah satu contoh nyata dari upaya transisi energi yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir adalah pengembangan industri tebu untuk menghasilkan bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) untuk bahan bakar kendaraan.

BACA JUGA:Hari Kesaktian Pancasila Momen Refleksi Ketahanan Bangsa

Pemerintah meyakini hilirisasi bioetanol berbasis tebu membuka peluang menciptakan ketahanan energi, mengurangi ketergantungan impor bahan bakar minyak, sekaligus menciptakan bauran energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.

Regulasi tentang pengembangan tebu untuk bioetanol ini sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (biofuel).

Presiden Jokowi pada 4 November 2022 juga telah meluncurkan program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Presiden berharap program bioetanol ini dapat berjalan secara bertahap, dimulai dari bioetanol 5 persen (E5), kemudian meningkat menjadi E10, E20, dan seterusnya.

Program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi diproyeksikan dapat menjadi solusi peningkatan jumlah produksi bioetanol nasional dari 40 ribu kiloliter pada 2022 menjadi 1,2 juta kiloliter pada 2030.

Implementasi bioetanol sebagai campuran BBM telah dimulai oleh Pertamina melalui peluncuran produk Pertamax Green 95 pada 2023. Saat ini sudah ada sekitar 80 SPBU yang melayani produk campuran 95 persen bensin dan 5 persen bioetanol.

BACA JUGA:Menjaga Wibawa Sarjana Sebagai Penentu Kemajuan Bangsa

Inisiatif dan proyek EBT

Selain fokus pada pengembangan bioetanol dari tebu, Pemerintah juga cukup gencar mendorong pembangunan proyek EBT dalam upaya meningkatkan bauran energi terbarukan dan kesejahteraan masyarakat.

Seperti yang dilakukan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), di mana pemasangan PLTS off-grid berkapasitas 2.920 kWp atau 2,9 MW oleh PT PLN sejak 2019 telah memberikan akses listrik bagi ribuan rumah tangga dan mendukung berbagai aktivitas ekonomi.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan