Indonesia Membangun Warisan Energi Bersih
Foto udara panel surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (9/11/2023). PLTS Terapung Cirata dengan kapasitas 192 Megawatt Peak yang merupakan PLTS terapung terbesar se Asia Tenggara dan terbes--
Di tengah masyarakat dunia yang makin sadar terhadap perubahan iklim, Indonesia dalam satu dekade terakhir membangun komitmen untuk bertransisi dari ketergantungan pada bahan bakar fosil menuju era energi baru dan terbarukan.
Ini bukan sekadar janji, melainkan sebuah perjalanan transformatif yang akan membentuk masa depan bangsa sekaligus menjadi warisan energi bersih bagi generasi mendatang. Presiden Joko Widodo, dengan penuh keyakinan, telah mengumumkan percepatan ambisi transisi energi Indonesia di panggung dunia. Matahari, angin, air, panas bumi, dan bahkan arus laut, semuanya akan diubah menjadi sumber energi yang menghidupi negeri.
Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi dari bahan bakar fosil ke energi baru dan terbarukan sebagai bagian dari upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, memenuhi Perjanjian Paris, dan mencapai target emisi nol bersih pada 2060.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam Konferensi Iklim COP28 di Dubai pada Desember 2023, menyatakan bahwa Indonesia telah mempercepat ambisi transisi energi tersebut dengan, antara lain, memanfaatkan energi surya, angin, air, panas bumi, dan arus laut selain mempercepat pengembangan biodiesel, bioetanol, dan bioavtur.
BACA JUGA:Papua Tanah 'Kesayangan' Jokowi
Indonesia akan mengurangi penggunaan batu bara secara bertahap, sambil mencari solusi untuk mengatasi dampak sosial yang mungkin terjadi akibat perubahan ini. Hal ini mengingat batu bara masih menjadi sumber energi utama dalam menjaga keandalan sistem kelistrikan nasional.
Presiden Jokowi juga menyampaikan, negara berkembang seperti Indonesia memerlukan pendanaan besar untuk mempercepat transisi energi. Indonesia disebutkan membutuhkan investasi lebih dari 1 triliun dolar AS untuk mencapai net zero emission pada 2060.
“Indonesia mengundang kolaborasi dari mitra bilateral, investasi swasta, filantropi, dan dukungan negara-negara sahabat. Kami memiliki platform pembiayaan inovatif yang kredibel, bursa karbon, mekanisme transisi hijau, sukuk, dan obligasi hijau, pengelolaan dana lingkungan hidup dari result based payment,” ujar Presiden.
Kebijakan transisi energi
BACA JUGA:Seni Mendengarkan dengan Empati (Catatan Perjalanan Program APS 2024)
Sejak meratifikasi Perjanjian Paris pada 2015, Indonesia telah menjadikan transisi energi sebagai salah satu prioritas utama dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan, ekonomi hijau, dan pencapaian target emisi nol bersih.
Sejalan dengan komitmen internasional dalam Perjanjian Paris, Pemerintah telah secara aktif merumuskan dan melaksanakan berbagai kebijakan yang mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), Pemerintah menetapkan target bauran energi primer nasional sebagai berikut. Pertama, pemanfaatan EBT mencapai minimal 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
Kedua, pemanfaatan minyak bumi harus kurang dari 25 persen pada 2025 dan 20 persen pada 2050. Ketiga, pemanfaatan batu bara minimal 30 persen pada 2025 dan minimal 25 persen pada 2050. Terakhir, pemanfaatan gas bumi minimal 22 persen pada 2025 dan 24 persen pada 2050.