Papua Tanah 'Kesayangan' Jokowi

Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) menyapa anaka-anak saat menghadiri peringatan Hari Anak Nasional Ke-40 di Istora Papua Bangkit, Jayapura, Papua, Selasa (23/7/2024). Hari Anak Nasional bertema "Anak Terlindungi, --

Kado lain Jokowi untuk Papua adalah Program BBM Satu Harga, yang menjadi terobosan untuk memangkas mahalnya biaya bahan bakar dan transportasi di Papua.

Selama puluhan tahun masyarakat Papua harus menanggung biaya bahan bakar berlipat-lipat dibanding saudara-saudara mereka di Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Harga solar yang di Jawa hanya Rp6.450 per liter, harus ditebus penduduk Papua Rp60.000 per liter. Jika cuaca buruk bisa melambung hingga 100.000 per liter. Dengan program itu kini rakyat Papua telah menikmati BBM dengan harga sama dengan daerah lain.

Refleksi

Apakah yang telah dilakukan Presiden Jokowi selama satu dekade pemerintahannya cukup bagi Papua? Biar masyarakat Papua yang menjawabnya.

BACA JUGA:Menggali Akar Perilaku Manusia (Catatan Perjalanan Program APS 2024)

Namun, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melansir beberapa catatan mengenai faktor penghambat pembangunan di wilayah tersebut. Di bidang ekonomi, pengembangan ekonomi dinilai belum inklusif. Ini ditunjukkan dari nilai IPEI (Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif) yang masih rendah, seperti pada pertumbuhan per kapita, persentase pekerja berpendidikan, dan rasio kemiskinan.

Selain itu, Papua juga punya skor rendah pada nilai tambah dan produktivitas komoditas unggulan wilayah terintegrasi hulu-hilir hingga pengembangan pusat pertumbuhan seperti KEK. Pemberdayaan pelaku UMKM juga dinilai belum optimal dan belum memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi wilayah.

Begitu pula pada bidang sosial, sarana-prasarana, desentralisasi dan otonomi daerah, stabilitas pertahanan dan keamanan, serta sosial budaya dan ekologi. Itu tercermin dari masih rendahnya kualitas dan daya saing SDM, kualitas kesehatan masyarakat, aksesibilitas dan konektivitas intra dan antarwilayah Papua.

Pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan digital juga belum merata, potensi energi baru terbarukan belum dikembangkan secara optimal, pemanfaatan dana otsus belum maksimal, serta masih tingginya risiko korupsi pemerintah daerah.

Papua juga masih menghadapi problem rendahnya kemandirian fiskal dan kualitas belanja daerah, gangguan keamanan dan ketertiban umum, maraknya praktik penangkapan ikan ilegal di perairan wilayah Papua, rendahnya perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat, pemajuan dan pelestarian kebudayaan belum optimal, ketimpangan gender, risiko bencana tinggi, masih sering terjadi kerusakan lingkungan pada lahan pasca tambang, hingga tingginya kerawanan pangan.

BACA JUGA:Mewujudkan Keamanan Pangan dengan Menggandeng Aparat Hukum

Beragam tantangan tersebut masih menjadi pekerjaan besar Pemerintah setelah Presiden Jokowi mengakhiri tugasnya sebagai kepala negara.

Apa pun, Jokowi telah bekerja untuk Indonesia dan Papua selama 10 tahun. Seperti yang dikatakannya, ia sangat mencintai Papua dan ingin melihat Papua dan orang Papua maju.

Bahwa masih ada kelompok masyarakat Papua yang tetap menyangsikan ketulusan cinta itu, tugas pemimpin mendatang untuk terus meyakinkan bahwa Papua benar-benar anak kandung "tersayang" Indonesia. (ant)

Oleh M Baqir Idrus Alatas

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan