Indonesia Mampu Mengintegrasikan Prinsip Ekonomi Syariah ke Kebijakan Fiskal Nasional
Wamenkeu II Thomas Djiwandono menyampaikan pemaparannya dalam 8th Annual Islamic Finance Conference (AIFC) yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis (3/10/2024). ANTARA/Uyu Septiyati Liman.--
BELITONGEKSPRES.COM - Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menyoroti kemampuan Indonesia dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi syariah ke dalam kerangka kebijakan fiskal nasional, menciptakan harmoni antara keuangan publik Islam dan ekonomi konvensional.
Menurut Thomas, langkah ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk memastikan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. “Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam menyatukan prinsip keuangan publik Islam dengan kebijakan ekonomi arus utama,” ujar Thomas dalam video conference yang diadakan pada Kamis.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan ekonomi syariah melalui kolaborasi lintas sektor, termasuk Kementerian Keuangan, Dewan Syariah Nasional (DSN), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu wujud nyata dari usaha ini adalah pembentukan regulasi dan kelembagaan yang mendukung pertumbuhan keuangan syariah.
Pemerintah telah memberlakukan berbagai undang-undang yang mengadopsi prinsip ekonomi Islam, seperti pengelolaan perbankan syariah, zakat, dan wakaf. Salah satunya adalah UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang memperkuat regulasi dan memungkinkan penyesuaian dengan perkembangan ekonomi modern.
BACA JUGA:Kilang Pertamina Internasional Tingkatkan Kemandirian Industri Nasional Lewat Proyek RDMP
BACA JUGA:Pembiayaan Kendaraan Listrik Meningkat, OJK Catat Rp29,07 Triliun hingga Agustus 2024
Selain regulasi, Indonesia juga mendirikan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) serta Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) untuk mempercepat inovasi dalam keuangan syariah. Menurut Thomas, kebijakan fiskal berbasis Islam memiliki potensi besar untuk mendukung kegiatan produktif yang mendorong nilai riil bagi masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, energi terbarukan, dan ekonomi hijau.
Dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, pemerintah Indonesia telah menerbitkan sejumlah instrumen keuangan syariah yang inovatif. Pada 2018, Indonesia menjadi negara pertama yang mengeluarkan "green sukuk" untuk membiayai proyek ramah lingkungan, termasuk energi terbarukan dan reboisasi. Pada 2021, pemerintah meluncurkan kerangka kerja Surat Berharga Negara SDGs senilai lebih dari 10 miliar dolar AS untuk mendukung pengembangan energi hijau dan pengelolaan limbah.
Di samping itu, Cash Waqf Link Sukuk diterbitkan pada 2020, memungkinkan masyarakat untuk berinvestasi dalam sukuk negara melalui wakaf uang. Imbal hasil dari sukuk ini disalurkan untuk program sosial dan pemberdayaan ekonomi, mengumpulkan dana senilai 65 juta dolar AS dari 3.000 kontributor.
Dengan penerbitan sukuk ritel secara rutin, pemerintah juga membuka peluang investasi syariah bagi investor domestik, sekaligus memperkuat sektor keuangan Indonesia dan mendanai berbagai proyek pembangunan nasional. (ant)