Memahami Tata Kelola Uang Negara
Memahami Tata Kelola Uang Negara--
Terkait pengelolaan risiko, manajemen utang dilakukan hati-hati agar risiko ekonomi makro bisa diminimalisir.
Ada risiko-risiko yang mungkin muncul di antaranya rasio nilai tukar dimana sebagian sebagian utang luar negeri dalam denominasi mata uang asing, sehingga fluktuasi nilai tukar bisa mempengaruhi besarnya kewajiban utang.
BACA JUGA:APBN 2025 Berdayakan Indonesia Keluar dari 'Middle Income Trap'
Kemudian risiko tingkat bunga yakni kenaikan suku bunga global bisa meningkatkan beban bunga utang, terutama untuk utang yang memiliki suku bunga mengambang.
Dan ada risiko pembiayaan ulang (refinancing).
Pemerintah harus memastikan utang yang jatuh tempo bisa dibayar atau diganti dengan utang baru tanpa menambah tekanan pada APBN.
Sementara terkait Sustainable Debt Management, dapat dijelaskan bahwa salah satu prinsip pengelolaan utang harus berkelanjutan, menjaga pembiayaan dari utang terkendali sehingga Undang-Undang membatasi besarnya tidak boleh melebihi 60 persen PDB dan disiplin mengelola kebijakan fiskal serta mengendalikan defisit anggaran tidak melebihi 3 persen per tahun.
Bila proporsional, utang bisa memberi dampak positif bagi perekonomian dengan memprioritaskan proyek produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
BACA JUGA:Kurikulum Merdeka Ajak Orang Tua Lebih Dekat dengan Anak
Pemanfaatan Utang
Sumber utama pembayaran utang berasal dari penerimaan negara. Pembayaran utang dilakukan secara terstruktur melalui alokasi anggaran tahunan yang disiapkan dalam APBN.
Antara lain Penerimaan Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerbitan Surat Utang Baru (refinancing), Deviden BUMN, dan Dana Eksternal seperti Hibah.
Seringkali Pemerintah membayar utang yang digunakan program belanja strategis seperti untuk impor peralatan kesehatan, obat-obatan darurat seperti pada masa pandemi COVID-19, pengadaan berbagai komoditas untuk stok ketahanan pangan, subsidi energi dan belanja sosial dengan cara negosiasi dan restrukturisasi.
Bentuknya bisa mulai keringanan berupa penurunan tingkat bunga, perpanjangan masa pinjaman, hingga penghapusan utang melalui perubahan status pemberian menjadi hibah atau bahkan dengan imbal balik perdagangan seperti barter dengan hasil produksi sumber daya alam.